Zonasi dan Sistemnya, Apakah Solusi?
Pendidikan di Indonesia menjadi bagian dalam sector pembangunan Indonesia. 74 Tahun Indonesia merdeka, Negara ini terus berusaha
Padahal logika saya jika memang mau system online siswa cukup daftar dan input NISN, NIK dan pilihan sekolahnya. Kenapa demikian? Kita tahu bahwa NISN (nomor induk siswa nasional) itu didapat siswa sejak SD dan tidak berubah hingga SMA, dan aksesnya pun sudah berbabsis teknologi dan sudah ada data basenya.
Artinya rekam jejak siswa sejak SD, SMP hingga SMA nilai Ujian nya pasti ada disebuah system.
Ataukah mungkin ini hanya manipulasi belaka? Data nilai masih sama saja seperti dulu hanya disebuah buku dikantor arsip? Diera teknologi ini sudah pasti rekam nilai siswa yang terkait di NISN siswa itu sudah harus nya ada di system.
Artinya ketia siswa menginput NISN nya harusnya sudah muncul data nilai akhir saat ia ujian di SMP atau SD.
Kemudian input NIK (nomor induk kependudukan) atau Nomor KK, sudah pasti keluar database lengkap tentang data orangtuanya, data alamatnya paling penting karena system zonasi. Apalagi yang ingin dipalsukan sedangkan kemungkinannya nol untuk masyarakt mengisi manual lagi untuk data alamat.
Apa gunanya KTP elektronik, yang artinya NIK kita itu sudah terekam disebuah system. Bukankah akan jauh lebih mudah, untuk system melihat jarak real dari data di alamat dengan sekolah jika ingin jalur zonasi. Pola piki yang mudah saya rasa, jika memanfaatkan apa yang sudah ada.
Tak perlu lagi harusnya mengisi form manual disekolah kemudian diinput ulang, apagunanya ada data NISN dan NIK di KTP elektronik yang katanya rekam data alamat ada di system? Apakah pemikiran saya saya tentang system online?
Kedua, tentang regulasi dan kebijakan system zonasi. Apakah ini solusi? Saya beri gambaran di Kota Pontianak , kota kelahiran saya. Saya mungkin awam dengan jumlah data usia siswa masuk sekolah. Yang pasti saya memberikan pemikiran tentang apa yang saya lihat.
Jumlah anak yang bersekolah di SD bisa kita gambarkan dengan jumlah gedung SD yang ada, benarkan? Begitu pula SMP dan SMA (kita lihat sekolah negeri saja). Sekarang saya ingin bertanya berdasarkan pembaca lihat, apakah jumlah SD, SMP dan SMA sama rata? Atau sama dengan pikiran saya bahwa SD jauh lebih banyak disbanding SMP dan jauh lebih banyak disbanding SMA.
Jika demikian kemana siswa yang tidak berpeluang untuk masuk ke SMP dan SMA?
Kita selalu mengkampanyekan untuk tidak putus sekolah, tapi sedangkan fasilitas tidak mencukupi, bagaimanakah pola pikir seperti ini? Apakah pemikiran saya salah? Apakah wajar selalu ada yang putus sekolah?
Baiklah kembali kepemikiran saya soal system ZONASI.
Sistem zonasi bertujuan agar pemerataan yang adil bagi mereka agar dapaat mengenyam pendidikan yang sama. Tidak ada lagi pengkotakan sekolah dengan nim tinggi dan nim rendah. Ini niatan yang sangat baik bagi pemerintah dalam solusi pemerataan pendidikan.
Namun pemikiran saya pemerataan pendidikan bukanlah hal itu semata, melainkan pemerataan atas hak mendapatkan kesempatan di didik dalam dunia pendidikan itulah yang paling penting.
System zonasi membentuk regulasi bahwa yang terdekat dengan sekolah itu berhak bersekolah di sekolah itu. Sekarang pertanyaan saya apakah sudah adil jumlah sekolahnya ditiap titik daerah? Contoh kecil saja di Kota saya.