Pemilu 2019
Terjadi Jual Beli Suara di Pileg hingga Suap Petugas Rp 10 Juta
Edward Hutabarat, seorang calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) daerah pemilihan I Provinsi Sumatera Utara
"Biasanya ada operator komputer penghitungan suara juga main, tapi ini bisa dikondisikan karena dia tidak pegang form C1, hanya dengar suara petugas yang membaca," tambahnya.
Seluruhnya terjadi dipenghitungan tingkat kecamatan. Kenapa kecamatan? Menurutnya tempat tersebut lebih mudah untuk 'dikuasai' ketimbang di tempat pemungutan suara yang dilihat banyak pasang mata.
Di tingkat kecamatan hanya beberapa orang yang perlu dilibatkan.
Penguasaan, akan disertai dengan bayaran antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta untuk setiap petugas kecamatan. "Itu harga paling kecil untuk tingkat DPRD. Kalau DPR RI, harga semakin mahal," ungkapnya.
Penambahan suara tidak terlihat signfikan. Paling banyak setiap TPS hanya akan berpindah sebanyak lima sampai 10 suara. Itupun tidak di semua TPS dalam satu daerah pemilihan (Dapil).
Ini hanya terjadi di beberapa TPS, asal suara memenuhi ambang batas untuk masuk menjadi anggota dewan.
"Tidak langsung masuk 50 satu TPS, tidak. Paling hanya lima suara, maksimal 10 suara. Itu juga sudah terlalu banyak," katanya.
Selain itu, dirinya juga menjelaskan cara permainan di dalam penghitungan kecamatan. Menurut dia ada pemanfaatan kelelahan dari saksi yang ikut menghitung.
Baca: Ini Agenda Edi Kamtono Direncanakan Hadiri Pembukaan Gawai Dayak
Baca: Brigpol Tatang Imbau Masyarakat Desa Sumber Agung Jaga Kondusifitas Selama Ramadan
Baca: Mahasiswa STIK Muhammadiyah Berikan Penyuluhan dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis Warga Banjar Serasan
Prosesnya, apabila ada tanda 'merah' dalam penghitungan suara di dalam sistem yang sudah diterapkan KPU, maka petugas akan melompati hal tersebut. Hal itu diterapkan untuk menghindari perdebatan yang dapat memakan waktu 45 menit sampai 1,5 jam lamanya.
"Kalau di sistem Excel yang dibuat KPU itu ada tanda merah, artinya ada yang tidak sama. Ada perbedaan antara jumlah pemilih dengan hasil hitung. Nah, ini dilewatkan dulu. Bisa dihitung besok lagi atau buka kotak C1 plano, tapi ini makan waktu. Akhirnya diloloskan karena sudah lelah berdebat," urainya.
Caleg dari Partai Berkarya, Vasco Ruseimy, yang bertarung di DPR RI dari Dapil Jakarta II, mengaku pernah mendapat tawaran untuk memindahkan suara.
Dia menjelaskan ada beberapa orang yang dia sebut sebagai operator datang kepada dirinya dan tim sukses. Mereka menjanjikan penambahan suara agar dia lolos menjadi anggota dewan.
"Iya, ada orang yang saya duga sebagai operator, datang ke saya. Mereka menawarkan perpindahan suara," tuturnya.
Kepada Vasco pemindahan suara terjadi lewat berbagai macam. Ada yang dipindahkan dari suara partai sendiri, ada juga yang dipindah dari partai lain. Begitu juga dengan suara dari caleg lain yang secara mudah dijanjikan untuk pindah. Dia menolak semua tawaran itu.
"Banyak yang seperti itu. Saya tidak mau. Saya tolak. Bukan itu tujuan saya. Saya mau masuk asal tidak curang. Ini sudah curang namanya," tegas dia.
Tribun Network kemudian mengonfirmasi hal ini kepada seorang saksi partai politik di kecamatan bernama Levi.