Pilpres 2019
Ferdinand Sebut Klaim Kemenangan Prabowo - Sandiaga Uno di Angka 62 Persen Tidak Rasional
Ferdinand Sebut Klaim Kemenangan Prabowo - Sandi di Angka 62 Persen Tidak Rasional
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengatakan, klaim kemenangan Prabowo di angka 62 persen, agak tidak rasional.
Menurutnya, kalaupun ingin mengklaim kemenangan, setidaknya di range antara 54 sampai 56 persen.
Ferdinand menegaskan, hal itu menjadi diskusi internal Partai Demokrat.
Bagaimana memperkuat pertanggung jawaban klaim kemenangan Prabowo.
Bukan untuk mendelegitimasi klaim kemenangan Prabowo.
"Tetapi bagi kami memang agak tidak rasional angka 62 persen itu. Itulah kemudian di kita bertanya-tanya siapa yang memasok data ke Prabowo sehingga sampai ada deklarasi kemenangan dua kali dengan angka 62 persen," katanya.
Baca: Ferdinand Hutahaean Sebut Politisi Gerindra Arief Poyuono Meriam Bambu, Siapa sih Dia Sebenarnya?
Baca: Kubu Prabowo Tolak Tandatangani Sertifikat Hasil Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kalbar
"Inilah yang kita pertanyakan. Karena bagi kami ini tidak rasional. Ditambah lagi kalau dibandingkan dengan kemenangan SBY pada Pemilu 2009," lanjut Ferdinand.
Namun demikian dirinya menegaskan diskusi itu sebetulnya untuk internal, tapi keburu meletup keluar karena cuitan koleganya di partai Demokrat (Andi Arief).
"Tetapi nggak apa-apa, itulah sejarahnya. Jadi bukan tujuan kami mendeligitimasi klaim kemenangan Prabowo, tetapi memperkuat," katanya.
Ferdinand menegakan pihaknya tidak ingin Prabowo yang sudah mendeklerasikan diri menang 62 persen, kemudian tidak mampu membuktikannya.
"Ini yang kami tidak mau. Maka di kami itu ada pertanyaan, terus siapa yang memasok data ini? Tudingan yang menyebut Partai Demokrat mau kabur, lari mendelegitimasi itu tidak benar," katanya.
Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan pertemuan antara Jokowi dengan AHY beberapa hari lalu tidak ada kaitannya sebetulnya.
Karena pertemuan itupun tidak berbicara tentang mengajak Partai Demokrat bergabung dengan Pak Jokowi, sama sekali tidak.
Tetapi Pak Jokowi ingin mendengar pandangan politik Partai Demokrat dengan situasi terkini sekarang, menjelang penetapan dan pasca penetapan.
Baca: Di Ibu Kota Kalbar Jokowi Kalah Telak dan Hanya Menang di Satu Kecamatan
Baca: Situng KPU Real Count Pilpres 2019 Terbaru Raihan Suara Jokowi Vs Prabowo: Fadli Zon Minta Hentikan
Baca: Hasil Pleno KPU Provinsi Kalbar, Jokowi Ungguli Prabowo di Kalbar
Ferdinand menegaskan, SBY tetap memerintahkan pihaknya untuk membela BPN, membela koalisi, tetapi harus di jalur konstitusi.
"Yang jelas Partai Demokrat dari awal sampai selesai kompetisi ini tetap berupaya memenangkan Pak Prabowo. Tetapi harus berada di jalur konstitusional. Ke saya Pribadi Pak SBY beberapa kali memberikan perintah kalau dibentuk TPF, back up dan support," katanya.
"Kalau harus berperkara di MK, kalau BPN membutuhkan pengacara-pengacara dari Demokrat back up dan suppport. Itu selalu perintah yang kami terima dari beliau," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ferdinand Hutahaean mengatakan, pihaknya tak mempersoalkan pernyataan Arief Poyuono yang meminta Partai Demokrat keluar dari koalisi Adil Makmur.
Menurut Ferdinand, bagi pihaknya, Arief Poyuono hanya "meriam bambu".
"Kita anggap Poyuono ini sebagai meriam bambulah. Hanya meletup-letup kencang tapi burung pipitpun tidak mati ditembaknya," kata Ferdinand dilansir dari Youtube CNN Indonesia.
"Karena bagi kami Partai Demokrat, mohon maaf, Arief Poyuono ini sebetulnya kami pertanyakan sebetulnya siapa sih dia sebetulnya?," lanjut Ferdinand.
Ferdinand mengatakan, dirinya sudah puluhan kali wara-wiri ke Kertanegara dan ke kediaman Pak Prabowo.
"Selama proses Pemilu ini saya tidak pernah melihat Arief Poyuono di sana. Kalau dia elite partai gerindra mestrinya dia ada di sana dan memperkuat," katanya.
"Tapi saya tidak pernah menemukan ada dia di sana. Di BPN pun tidak ada. Jadi siapa dia ini sebetulnya?," paparnya.
"Jadi itu pertanyaan kami. Makanya kami tidak terlalu serius sebetulnya dengan permintaannya supaya keluar dari koalisi," tegas Ferdinand.
Namun demikian, Ferdinand mengatakan soal tuduhan Arief Poyuono terkait masalah hukum anak-anak SBY ini membuat pihaknya sangat serius.
"Kami melihat bahwa ini pernyataan pribadi Arief Puyuono ini sudah sangat serius dan perlu ditanggapi secara serius," tegasnya.
Ferdinand mengatakan, pihaknya akan berkomunikasi dengan SBY langkah yang akan diambil terkait pernyatan Arief tersebut.
"Bagi kami ini sesuatu yang sangat serius dan kesimpulan di kami ini tidak terkait dengan Prabowo dan tidak terkait dengan Gerindra secara partai tetapi pribadinya dia," kata Ferdinand.
Dilansir dari Tribunnews, politisi gerindra Arief Poyuono menuding Presiden Jokowi memberikan jaminan hukum pada keluarga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ia sebut banyak terlibat kasus korupsi.
Arief mencontohkan kasus korupsi proyek Hambalang.
"Saya tahu kok kenapa kayak undur-undur, maklum belum clear jaminan hukum dari Kangmas Joko Widodo bagi keluarga SBY yang diduga banyak terlibat kasus korupsi, kayak kasus korupsi proyek Hambalang," kata Arief.
Hal tersebut kemudian membuat Arief meminta agar Partai Demokrat keluar saja dari Koalisi 02.
"Demokrat sebaiknya keluar saja dari Koalisi Adil Makmur. Jangan elitenya dan Ketum kayak serangga undur-undur ya. Mau mundur dari koalisi aja pake mencla mencle segala," ujar dia.
Arief juga menyebutkan bahwa pihaknya tidak keberatan jika nantinya Demokrat keluar dari koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
Pasalnya, menurut Arief, Demokrat selama ini juga tidak memberikan pengaruh dalam memenangkan Prabowo-Sandi dalam kontestasi Pilpres 2019.
Arief menilai, keberadaan Partai Demokrat di koalisi justru membuat suara Prabowo-Sandi menurun.
"Monggo keluar aja deh, wong nggak ada pengaruhnya menghasilkan suara Prabowo-Sandi kok selama ini. Malah menurunkan suara lo," papar Arief.
Terkait pernyataan jaminan hukum Jokowi pada SBY, Arief menilai sang capres petahana tentu akan akan bisa menjamin keluarga SBY tak akan diproses hukum oleh KPK.
"Sebab Kangmas (Jokowi) itu selama ini jelas sangat mendukung pemberantasan korupsi. Dan saya yakin nasibnya Demokrat akan seperti kayak tokoh aswatama setelah Perang Bharatayudha," katanya.
"Enggak diterima di mana-mana dan nanti juga oleh koalisi parpolnya Ibu Mega akan ditolak masuk koalisi dan enggak ada yang mau koalisi sama Demokrat tuh," ungkap Arief.
Simak selengkapnya dalam video berikut ini: