Pemilu 2019

Geger Suap Rp 100 Juta PPK-Panwascam di Kalbar, Eks Ketua KPU Umi Rifdiyawati Desak Investigasi

selain sanksi pemecatan dan pidana dapat juga ditambah agar mengembalikan honor yang telah diterima selama masa jabatannya

net
Ilustrasi korupsi 

Geger Suap Rp 100 Juta PPK-Panwascam di Kalbar, Eks Ketua KPU Umi Rifdiyawati Desak Investigasi

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kasus suap menerpa penyelenggara Pemilu di Kalimantan Barat. Nilainya terbilang fantastis mencapai Rp 100 juta. 

Diduga, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, menerima uang suap.

Penyuapan senilai Rp 100 juta dari oknum Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang mengatur agar suaranya bisa lolos menjadi anggota dewan.

Baca: Data Situng KPU 92,21%! Hasil Pilpres di Kota Pontianak, Prabowo Menang 5 Kecamatan, Jokowi Hanya 1

Baca: Bawaslu Pontianak Beri Ruang Untuk Dapatkan Salinan C1, JaDi Kalbar: Dokumen Publik

Baca: Pembacaan Form DB KPU Singkawang Sempat Diskors, KPU Kalbar Yakini Akan Selesai Tepat Waktu

 

Peristiwa ini mendapatkan perhatian dari Ketua KPU Kalbar periode 2013-2018 Umi Rifdiyawati mengakui bahwa penyelenggara pemilu rentan upaya penyuapan. Khususnya berkaitan dengan keterpilihan peserta pemilu untuk caleg.  

Ketua Presedium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalbar ini mengatakan tugas dan kewajiban mereka adalah menjaga suara yang telah rakyat berikan untuk peserta pemilu pada hari pemungutan suara.

Serta menjaga agar hasil perolehan suara peserta pemilu itu tetap utuh dalam arti tidak boleh bertambah dan tidak boleh berkurang sampai tahap proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara paling akhir.

"Ulah oknum penyelenggara pemilu seperti ini dapat merusak hasil penyelenggaraan pemilu dan dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu, ketika KPPS dan PPK berjuang melaksanakan rekapitulasi perolehan suara peserta pemilu dan panwas yang seharusnya mengawasi jalannya proses rekapitulasi, oknum PPK dan Panwascam ini malah berkolaborasi pula untuk menodai kerja keras kolega mereka," katanya, Selasa (7/5/2019).

Untuk itu, mendorong harus ada investigasi lebih dalam dan serius dari pimpinan diatasnya terhadap kasus ini, baik oleh KPU maupun Bawaslu Kabupaten dan Provinsi.

Apakah dugaan penyelewengan ini, lanjutnya, hanya pada satu kasus ini atau malah ada kasus lainnya.

"Pengunduran diri tidak menghilangkan pidananya, tetap harus diproses sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang ada. Jika dalam prosesnya kelak benar benar terbukti oknum tersebut melakukan hal yang disangkakan, selain sanksi pemecatan dan pidana dapat juga ditambah agar mengembalikan honor yang telah diterima selama masa jabatannya, karena apa yang dilakukan tersebut merupakan pengingkaran terhadap sumpah janji yang diucapkan ketika dilantik dan sangat mencederai hasil pemilu," katanya.

Baca: Tokoh Masyarakat Anggap Proses Rekapitulasi Suara Bejalan Dengan Transparan

Baca: Terkini Hasil Pileg DPRD Provinsi Kalbar, PDIP 21,48%, Golkar, Demokrat, Gerindra Berebut Nomor 2

Baca: Tersedia 4 Kursi, Ini Nama-nama Caleg DPRD Landak Dapil 5 Yang Diprediksi Lolos Periode 2019-2024

 

Menurutnya, dalam proses rekrutmen PPK tentu banyak juga calon yang berkeinginan untuk mengabdi menjadi penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan.

"Oknum seperti ini tidak menghargai amanah yang telah diberikan kepadanya ketika KPU atau Bawaslu kabupaten telah memilih mereka, bukannya mereka bersyukur atas amanah tersebut tapi justru menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya," tukasnya.

Ketua Bawaslu Kubu Raya, U Juliansyah membenarkan terkait kasus dugaan suap salah seorang caleg pada oknum Panwascam.

"Iya benar, sedang kami dalami," kata U Juliansyah singkat, Senin (6/5/2019) kemarin.

U Juliansyah pun memastikan akan menindaklanjuti kasus tersebut, dan untuk sekarang masih berproses.

"Iya sedang kami proses dan tangani," katanya.

Kepolisian Resor Kota Pontianak menerima laporan dugaan suap yang melibatkan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Sungai Raya, MM, dan Ketua Panitia Pengawas Kecamatan Sungai Raya, BS.

Kedua oknum penyelenggara Pemilu ini diduga menerima suap sebesar Rp100 juta, agar calon legislatif (Caleg) berinisial Sl, lolos sebagai anggota legislatif.

“Ada Caleg yang ingin mencari suara, dengan ada deal-deal tertentu. Dengan dana tersebut, diharapkan suara bisa mencukupi,” ungkap Kapolresta Pontianak, Komisaris Besar Polisi Anwar Nasir, Senin, (06/05/2019).

Kombes Pol Anwar menerangkan, awal terungkapnya kasus ini lantaran dua oknum penyelenggara pemilu tersebut merasa terancam.Pasalnya perolehan suara Sl belum terpenuhi.

Baca: Ansor Sambut Baik Tips Memilih Pangan Sehat Yang disampaikan Loka POM Sanggau

Baca: Sidak Temukan Mamin Kedaluwarsa di Pasar Tradisional Rasau Jaya

Baca: Ini Hasil Perolehan Suara Jokowi dan Prabowo di Landak

 

Padahal, keduanya telah menerima uang sebesar Rp100 juta untuk meloloskan Sl sebagai anggota legislatif dengan mengalihkan perolehan suara.

Uang suap diterima dalam dua kali penyerahan, di Hotel Gardenia, pada tanggal 25 April dan 26 April 2019.

“Jika berhasil meloloskan si oknum Caleg, maka dijanjikan tambahan Rp100 juta. Namun ternyata tidak ada celah untuk meloloskan si oknum tersebut,” katany.

Tidak menemukan celah untuk mengalihkan suara, membuat kedua oknum ini berniat mengembalikan uang yang telah diterima.

Namun, oknum Caleg menolak menerima kembali uangnya, dan ngotot meminta agar diupayakan lolos.

Melalui perantara, oknum Caleg melakukan teror sehingga MM dan BS merasa terancam.

Keduanya lantas melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Sungai Raya. Saat itulah keduanya mengaku menerima sejumlah uang dari Caleg asal PKS tersebut.

Kasusnya kemudian oleh Gakumdu Kabupaten Kubu Raya diserahkan kepada Polresta Pontianak.

“Hingga kini masih kita periksa, jadi belum ada penetapan tersangka,” lanjut Anwar.

Komisioner Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Barat, Faisal Riza, membenarkan adanya upaya penyuapan tersebut..

Baca: Kasus Pemukulan Kepala Desa di Kayong Utara, Kadis SP3APMD Sebut Akan Dalami

 

“BS, selaku ketua Panwascam Sungai Raya telah mengirimkan surat pengunduran diri kemarin,” ungkapnya.

Dikatakannya, sanksi terberat terhadap panitia pengawas yang melakukan pelanggaran etik adalah pemecatan.

Namun, dengan pengunduran diri BS tidak serta merta mengugurkan tindak pidana yang jika terbukti dilakukannya.

“Nanti pada saat pleno bisa dilihat apakah ada mobilisasi suara. Jika ada maka bisa masuk dalam ranah pidana Pemilu, jika tidak maka masuk ke ranah pidana murni,” tambahnya.

Secara terpisah, Ali Amin, salah satu Caleg dari daerah pemilihan yang sama dengan Sl, mengharapkan polisi dapat menindak tegas para tersangka.

“Jika tidak terbukti kasus pidana Pemilu, jerat yang bersangkutan dengan pasal gratifikasi,” tukasnya.

Penindakan tegas ini sangat penting menurutnya, untuk menjaga legitimasi penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved