Pilpres 2019
Fadli Zon Sebut Omongan Mahfud MD Sangat Ngawur, Tak Bermutu dan Keluar Jalur
Fadli Zon Sebut Omongan Mahfud MD Sangat Ngawur, Tak Bermutu dan Keluar Jalur
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan, omongan Pakar Hukum Tata Negara, Moh Mahfud MD tak bermutu dan sudah keluar jalur dan sangat ngawur.
Hal itu disampaikan Fadli Zon menanggapi video pernyataan Mahfud MD yang diunggah seorang netizen.
Dalam potongan video wawancara itu, Mahfud MD mengomentari soal rekonsiliasi.
Mahfud MD mengatakan, sebaran kemenangan di Pilpres 2019 mengingatkan kita untuk menjadi lebih sadar agar segera melakukan rekonsiliasi.
Omongan @mohmahfudmd semakin bodoh tak bermutu dan sdh keluar jalur n sangat ngawur. https://t.co/vS9A7PKwvd
— Fadli Zon (@fadlizon) 28 April 2019
Mahfud MD mengatakan, kemenangan Jokowi sulit untuk dibalik dengan cara apapun.
Pernyataan Mahfud MD lainnya yang menjadi perhatian adalah soal wilayah-wilayah kemenangan Prabowo - Sandiaga Uno yang disebutnya "dulu dianggap sebagai provinsi garis keras dalam hal agama".
Pernyataan ini memantik beragam komentar, termasuk Said Didu yang meminta penjelasan indikator yang digunakan Mahfud MD sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang-orang garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami.
"Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI utk menjaga kehormatan. Inikah yg dianggap keras ?," tegas Said Didu.
Mohon maaf prof @mohmahfudmd, saya berasal dari Sulsel, mhn jelaskan indikator yg prof gunakan sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang2 garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami.
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) 27 April 2019
Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI utk menjaga kehormatan. Inikah yg dianggap keras ?
Berikut pernyataan lengkap Mahfud MD dalam video tersebut.
"Kemaren itu sudah agak panas gitu, dan mungkin pembelahannya sekarang kalau melihat sebaran kemenangan, itu memang ya mengingatkan kita untuk menjadi lebih sadar segera rekonsiliasi.
Karena sekarang ini kemenangan Pak Jokowi ya menang, dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dengan cara apapun, tetapi kalau lihat sebarannya kan di beberapa provinsi-provinsi yang agak panas Pak Jokowi kalah gitu ya.
Dan itu diidentifikasi tempat-tempat kemenangan pak prabowo itu diidentifikasi dulunya dianggap sebagai provinsi garis keras ya dalam hal agama.
Misalnya Jawa Barat, Sumatera barat, Aceh dan Sulawesi Selatan juga.
Nah saya kira rekonsiliasinya menjadi penting untuk menyadarkan kita bahwa bangsa ini bersatu karena kesadaran akan keberagaman dan bangsa ini hanya akan maju kalau bersatu.
Kalau soal kemenangan dan kekalahan saya kira itu soal waktu saja dan kita akan segera selesai kalau soal itu," kata Mahfud MD.
Dari penelusuran Tribun, video itu merupakan wawancara Mahfud MD di Metro TV.
Video lengkapnya diunggah di akun Youtube Metro TV, 23 Apr 2019.
Menanggapi pertanyaan Said Didu, Mahfud MD mengatakan, garis keras yang dimaksudnya itu sama dengan fanatik dan sama dengan kesetiaan yang tinggi.
Garis keras itu sama dgn fanatik dan sama dgn kesetiaan yg tinggi. Itu bkn hal yg dilarang, itu term politik. Sama halnya dgn garis moderat, itu bkn hal yg haram. Dua2nya boleh dan kita bs memilih yg mana pun. Sama dgn bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau. https://t.co/Ty0tgvC0qS
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) 28 April 2019
"Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram," kata Mahfud MD.
"Dua-duanya boleh dan kita bisa memilih yang mana pun. Sama dengan bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau," lanjut Mahfud MD.
Mahfud MD melanjutkan, dalam term itu saya juga berasal dari daerah garis keras, Madura.
Dlm term itu sy jg berasal dari daerah garis keras yi Madura. Madura itu sama dgn Aceh dan Bugis, disebut fanatik krn tingginya kesetiaan kpd Islam shg sulit ditaklukkan. Spt halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adl istilah2 yg biasa dipakai dlm ilmu politik.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) 28 April 2019
"Madura itu sama dengan Aceh dan Bugis, disebut fanatik karena tingginya kesetiaan kepada Islam sehingga sulit ditaklukkan. Seperti halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adalah istilah-istilah yang biasa dipakai dalam ilmu politik," katanya.
Berikut videonya: