Awkarin Wawancara 3 Saksi Kasus Audrey, Banyak Kejanggalan Terjadi Termasuk Soal Video Ini!
Awkarin Wawancara 3 Saksi Kasus Audrey, Banyak Kejanggalan Terjadi Termasuk Soal Video Ini!
Penulis: Mirna Tribun | Editor: Mirna Tribun
Awkarin Wawancara 3 Saksi Kasus Audrey, Banyak Kejanggalan Terjadi Termasuk Soal Video Ini!
Selebgram Awkarin berhasil mewawancarai tiga saksi mata atas kasus diduga pengeroyokan Audrey.
Lewat akun Youtubenya Karin Novilda, Awkarin mengupas habis kejadian sebenarnya versi saksi mata.
Awkarin mengatakan tidak pantas jika kita hanya mendengar dari hanya sisi Audrey, kita juga harus mendengarkan dari sisi saksi.
Saat itu BN, DN dan SI menceritakan semua yang terjadi tentang kasus Audrey yang kini viral.
Ketiga saksi ini awalnya dituduh sebagai pelaku yang telah membuat Audrey masuk rumah sakit.
Namun kini mereka hanya ditetapkan sebagai saksi oleh pihak polisi.
Menurut mereka kejadian sebenarnya tidak seperti hal yang diberitakan saat ini.
Mereka sangat terpukul dengan kejadian ini.
Tidak terlibat dalam perkelahian, mereka malah dituduh telah melakukan penganiayaan.

Akibat kasus ini mereka diteror hingga menyebabkan mereka takut untuk keluar rumah.
Baca: Upaya Diversi Gagal, Berkas Kasus Audrey Dilanjutkan, Kini Sudah P21
Baca: Babak Baru Kasus Audrey, Kuasa Hukum Ungkap Korban Akan di-USG Usai Keluar dari Rumah Sakit
Baca: Babak Baru Kasus Audrey, 4 UU Ini Paksa Penyelesaian Kasus Audrey Berakhir Diversi Alias Damai
Berdasarkan pengungkapan tiga saksi mata kasus Audrey ternyata banyak kejanggalan yang tidak seperti pemberitaan saat ini.
Inilah sejumlah kejanggalan dibeberkan tiga saksi mata kasus Audrey.
1. Terduga pelaku SL Tidak Ada di TKP
SL kini ditetapkan menjadi salah satu terduga pelaku yang diduga telah menganiaya Audrey.
Namun berdasarkan penuturan saksi, SL sama sekali menurut mereka tidak ikut berkelahi dan bahkan saat kejadian pun SL tidak ada di TKP saat perkelahian.
2. Awalnya Audrey yang Mengejek
3 saksi mata mengungkapkan awal mula kejadian ini terjadi saat si korban ejek para terduga pelaku.
Korban sering menyindir para pelaku di media sosial.
Kemudian berbuntutlah pada perkelahian.
3. Tak Ada Pengeroyokan
Korban jatuh karena saling dorong dengan para pelaku.
Tidak ada sama sekali tindak pengeroyokan di sana.
Sempat ada perlawanan dari korban, yang menyebabkan korban terjatuh.

4. Tak Ada pencolokkan
BN salah satu saksi mata kejadian mengatakan saat perkelahian tidak ada yang namanya pencolokkan ke alat vital korban.
Itu sama sekali tidak benar menurutnya.
Hal itu juga bisa dibuktikan dengan hasil visum yang menyatakan bahwa memang tidak ada pengrusakan terhadap alat vital Audrey.
5. Sehari Setelah Perkelahian Audrey Kepergok Nongkrong
Sehari setelah kejadian, Audrey kepergok nongkrong di sebuah mall.
Dia bahkan sempat saling sindir di instagram.
Baca: Menteri Yohana Susana Yembise Sampai Turun Tangan Selesaikan Kasus Audrey, Langsung ke Pontianak
Baca: Keluarga Menolak Percaya Hasil Visum Audrey Siswi SMP Pontianak, Apakah Itu Kami Rekayasa?
6. Keluarga Laporkan Pelaku Seminggu Setelah Kejadian
Seminggu dari kejadian, orangtua Audrey melapor ke polisi.
Audrey saat itu langsung rumah sakit.
7. Video Para Pelaku Nongkrong di Mall Sudah Lama
Sempat beredar video para pelaku nongkrong di sebuah mall, sedangkan korban terbaring lemah di rumah sakit.
Ternyata video itu diposting sudah lama, Februari 2019.
Postingan itu diunggah sebelum berita ini viral.
Kemudian direpost kembali oleh orang yang tidak bertanggung jawab pada awal Maret 2019.
Hal itu diungkapkan BN.
Dia mengatakan tidak benar mereka nongkrong baru-baru setelah teman-temannya dilaporkan.
BN dan 11 temannya yang lain semenjak dilaporkan polisi, mereka tak berani keluar rumah.
"Kami keluar rumah kecuali dipanggil pak polisi dan terima panggilan KPPAD," terang BN.
8. Video Boomerang Dibuat Sebelum Kasus Viral
3 Saksi Kasus Audrey mengatakan video boomerang yang mereka buat memang benar itu diambil dari kantor polisi.
Mereka ketika itu membuatnya saat berita acara pemeriksaan polisi.
"Waktu itu kita bosan dan enggak ada buat. Jadi kita buat boomerang. Dan sudah izin sama pak polisi di sana," ujar BN.
Namun boomerang itu mereka buat sebelum terjadi kasus Audrey Viral.
Menurut mereka tidak ada unsur mengejek korban atau ada niat lain.
Semata-mata ingin iseng saja saat di kantor polisi.
9. Dituduh menyogok hasil visum

Setelah hasil visum Audrey diumumkan, semua pihak menjadi bingung.
Pasalnya dengan pemberitaan heboh yang terjadi pada Audrey, namun hasil visum berbanding terbalik.
Banyak pihak menuduh para pelaku telah menyogok pihak polisi dan dokter.
Hal ini kembali dibantah 3 saksi mata.
"Kita punya uang berapa sih bisa menyogok polisi dan dokter. Ndak benar itu," ucap BN.
10. Tak Ada Buat Rencana Pengeroyokan
Mereka saat itu memang tengah ngumpul bareng di rumah temannya LA.
Waktu itu mereka ingin masak-masak bareng bukan merencanakan pengeroyokan.
"Waktu itu kita di rumah teman kita memang ingin masak-masak. Lalu tiba-tiba si Audrey ngajak ketemu. si Audrey awalnya ngajak ketemu malam lalu berubah jumat siang mau ngajak ketemu. Dia minta dijemput waktu itu," ujar BN kepada Awkarin.
Polisi Pastikan Penganiayaan Siswi SMP Pontianak Termasuk Penganiayaan Ringan
Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir mengatakan, penganiayaan siswi SMP Pontianak, Au (14) termasuk dalam kategori penganiayaan ringan.
Hal itu didasarkan pada fakta yang ada, termasuk hasil visum korban yang dikeluarkan rumah sakit.
Oleh karena itu, M Anwar Nasir mengatakan tiga tersangka penganiayaan siswi SMP Pontianak, Au (14) dikenakan pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Sehingga kita tidak bisa melakukan penahanan. Atau tepatnya dilakukan diversi. Sehingga kita melakukan koordinasi dengan KPPAD," kata Kapolres.
Kapolres mengatakan, dengan hasil visum yang dilakukan rumah sakit, maka tidak ada alasan pihaknya melakukan penahahan terhadap tersangka.
Baca: Polisi Tetapkan 3 Siswi SMA Tersangka Kasus Audrey Siswi SMP Pontianak, Fakta Baru Terungkap!
"Atas dasar apa harus kita tahan? Karena hasil visumnya juga mengatakan tadi. Tidak terjadi apa-apa," papar Kapolres.
M Anwar Nasir mengatakan, ada kronologis yang terlalu dilebih-lebihkan.
"Tetapi fakta yang ada, boleh dikroscek langsung ke rumah sakit," katanya.
Kapolresta mengatakan, tiga tersangka sudah ditetapkan.
"Hasil penyelidikan terakhir kita akhirnya menetapkan tiga orang tersangka yakni, FZ alias LL (17), kemudian TR alias AR (17), serta yang ketiga NB alias EC (17)," kata Kapolresta Pontianak Kota Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir.
Dirinya menuturkan ketiganya ditetapkan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan berdasarkan keterangan mereka.
"Dimana mereka mengaku telah melakukan penganiayaan tetapi tidak secara bersama-sama, mengeroyok seperti itu," katanya.
Muhammad Anwar Nasir melanjutkan, aksi ketiganya pun tidak bersama-sama.
"Yang melakukan pertama tersangka satunya, kemudian lanjut lagi tersangka kedua, kemudian ketiga," paparnya.
Ketiga tersangka ini pun kata dia, dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidananya 3 tahun 6 bulan.
"Kategori penganiayaan ringan yang dikeluarkan hari ini oleh RS Mitra Medika," jelasnya.
Baca: Polisi Tetapkan 3 Siswi SMA Tersangka Kasus Audrey Siswi SMP Pontianak, Fakta Baru Terungkap!
Anwar melanjutkan dalam pemeriksaan dilakukan pendampingan orangtua, kemudian Lapas, dan KPPAD.
Anwar menegaskan, hasil visum menyatakan tidak ada permukaan sobek maupun memar di bagian kelamin korban.
"Kemudian dari pengakuan korban tidak adanya menerangkan pemukulan di bagian kelamin. Dari lima saksi yang juga diperiksa juga tidak ada perlakuan penganiayaan terhadap kelamin korban," ungkapnya.
Fakta yang ada, kata Kapolresta, ketiga tersangka salah satunya ada yang menjambak rambut, ada juga yang mendorong sampai terjatuh, ada pula tersangka satu sempat memiting, dan memukul sambil melempar sendal.
"Itu ada dilakukan tapi hasil visumnya seperti yang tadi, sehingga kasus ini kita proses sesuai dengan fakta yang ada."
Anwar menegaskan pihaknya sudah melakukan olah TKP di lokasi kejadian. "Sudah ada olah TKP. Sesuai dengan arahan Ditreskrimum Pold Kalbar kita mungkin akan melakukan rekonstruksi agar ada persesuaian."
Motif penganiayaan ini, kata dia, yakni rasa dendam dan kesal tersangka terhadap korban.
Seperti Apa Hasil Visum Korban?
Hasil visum siswi SMP Pontianak korban pengeroyokan disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (10/4/2019).
Menurut Kapolresta, hasil pemeriksaan visum dikeluarkan Rumah Sakit Pro Medika Pontianak, hari ini, Rabu 10 April 2019.
M Anwar Nasir mengatakan, dari hasil visum diketahui jika tak ada bengkak di kepala korban.
Kondisi mata korban juga tidak ditemukan memar. Penglihatan korban juga normal.
Lebih lanjut Kapolresta mengatakan, untuk telinga, hidung, tenggorokan (THT) tidak ditemukan darah.
"Kemudian dada tampak simetris tak ada memar atau bengkak, jantung dan paru dalam kondisi normal," katanya.
Kondisi perut korban, sesuai hasil visum tidak ditemukan memar. Bekas luka juga tidak ditemukan.
"Kemudian organ dalam, tidak ada pembesaran," jelasnya.
Selanjutnya Kapolresta menyampaikan hasil visum alat kelamin korban.
Menurut Kapolresta, selaput dara tidak tampak luka robek atu memar. Anwar mengulangi pernyataannya terkait hal ini.
"Saya ulangi, alat kelamin selaput dara tidak tampak luka robek atu memar," katanya.
Hasil visum juga menunjukkan kulit tidak ada memar, lebam ataupun bekas luka.
"Hasil diagnosa dan terapi pasien, diagnosa awal depresi pasca trauma," ungkap Kapolresta.
Apa Itu Diversi?
Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir sempat menyebut bahwa kasus ini dilanjutkan dengan diversi.
Lalu apa sebenarnya arti diversi?
Dilansir Tribun dari tulisan Dr Ridwan Mansyur SH, MH di situs resmi Mahkamah Agung, dinyatakan, bahwa menurut UU Sistem Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Diversi mempunyai tujuan untuk:
- Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
- Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
- Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
- Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
- Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 4 tahun 2014, musyawarah diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, perawakilan dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif.
Sedangkan Fasilitator adalah hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan.
Diversi adalah pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak yang panjang dan sangat kaku.
Mediasi atau dialog atau musyawarah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam diversi untuk mencapai keadilan restoratif.
Penghukuman bagi pelaku Tindak Pidana Anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum.
Melihat prinsip prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi.
Institusi penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekedar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodfikasi sistem peradilan pidana yang ada, sehingga semua tujuan yang di kehendaki oleh hukumpun tercapai.
Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah dialog yang dikalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah untuk mufakat”.
Sehingga diversi khususnya melalui konsep restoratif justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.
Jika kesepakan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Pidana Anak.
Hakim dalam menjatuhkan putusannya wajib mempertimbangkan pelaksanaan sebagian kesepakatan diversi.
Dalam PERMA 4 tahun 2014 dijelaskan bahwa Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah berumur 12 (dua belas) tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 2).
PERMA ini juga mengatur tahapan musyawarah diversi, dimana fasilitor yang ditunjuk Ketua Pengadilan wajib memberikan kesempatan kepada :
- Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan
- Orang tua/Wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan
- Korban/Anak Korban/Orang tua/Wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.
Bila dipandang perlu, fasilitator diversi dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian dan/atau dapat melakukan pertemuan terpisah (Kaukus).
Kaukus adalah pertemuan terpisah antara Fasilitator Diversi dengan salah satu pihak yang diketahui oleh pihak lainnya.
Berikut link artikel tulisan Dr Ridwan Mansyur SH, MH: KLIK DI SINI. (*)