Kabut Asap Sebabkan ISPA, Ini Penjelasan Ahli Kesehatan
Partikel pada debu atau asap akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin
Penulis: Ramadhan | Editor: Tri Pandito Wibowo
Kabut Asap Picu ISPA, Ini Penjelasan Nugroho
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) berdampak bagi kesehatan.
Adapun penyakit yang sering timbul akibat kabut asap ialah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Beberapa ahli kesehatan sendiri telah menyatakan paparan asap sebagai salah satu penyebab seseorang terserang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Perawat disalah satu rumah sakit ternama di Kalbar, Ns Nugroho S kep mengatakan bahwa paparan asap merupakan salah satu penyebab seseorang terserang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
"ISPA adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Namun, yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana mekanisme hingga penyakit itu muncul," ujar Nugroho saat dihubungi Tribun, Kamis (28/3/2019).
Baca: Jadwal Latihan Bebas MotoGP Argentina 2019: FP1 MotoGP & Moto2 Digelar Jumat Malam Live BT Sport 2
Baca: Kemenag RI Ingatkan Panitia, Penggunaan Anggaran STQ Harus Akuntabel & Tepat Guna
Baca: LIVE Indosiar! Persija Vs Kalteng Putra Sedang Berlangsung Babak Pertama 8 Besar Piala Presiden
Dalam hal ini, Nugroho menjelaskan bahwa sebagai salah satu bagian dari sistem pernafasan tubuh, hidung hingga bronkhus dilapisi sebuah membran mukosa bersilia dan di antaranya terdapat sel-sel goblet. Hal ini agar udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
"Hidung juga memiliki sistem pelindung dari partikel debu kasar dan bakteri, yakni rambut halus dalam rongga hidung, silia pada mukosa dan palut lendir yang dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet," paparnya.
Ia menuturkan gerakan silia inilah yang akan mendorong palut lendir ke belakang rongga hidung dan menuju faring.
"Partikel pada debu atau asap akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin," imbuhnya.
Namun, sambung Nugroho bila partikel ini tidak keluar melalui reflek bersin, maka ia akan menempel pada mukosa hidung, mulut dan tenggorokan yang memang langsung kena pajanan debu atau asap.
"Kondisi inilah yang akan menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan mungkin juga infeksi," terangnya.
Nugroho mengungkapkan bahwa peradangan akan merangsang keluarnya sekret berlebihan, hal ini merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Karena gerakan silia akan mendorong palut lendir ke belakang rongga hidung dan menuju faring, maka debu maupun bakteri dalam hidung akan bergerak menuju saluran pernafasan bawah.
"Akibat paparan debu dan asap saluran pernafasan dapat mengalami penyempitan dan produksi lendir akan terus meningkat," kata Nugroho.
Jika hal ini sudah terjadi, lanjut Nugroho maka seseorang akan sulit bernafas hingga bakteri tidak bisa dikeluarkan.
"Benda asing tertarik masuk ke saluran pernafasan dan terjadilah infeksi saluran pernafasan, salah satunya ISPA," tegasnya.
Selain itu, Nugroho menambahkan bahwa ISPA lebih mudah terjadi karena ketidakseimbangan daya tahan tubuh (host), pola bakteri/ virus dan lain-lain penyebab penyakit (agent), serta buruknya lingkungan (environment).
Menurutnya penyakit ini akan menimbulkan gejala antara lain, hidung tersumbat atau berair. Paru-paru terasa terhambat, batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit, kerap merasa kelelahan, dan tubuh merasa sakit.
"Apabila ISPA bertambah parah, gejala yang lebih serius akan muncul seperti kesulitan bernapas, demam tinggi dan menggigil, tingkat oksigen dalam darah rendah, kesadaran yang menurun bahkan pingsan," pungkasnya.