Ditangkap Karena Ubah Lagu ABRI dengan Nada Merendahkan, Robertus Robet Dapat Dukungan 15 NGO

Dukungan dari berbagai Non Goverment Organization (NGO) dan organiasasi HAM justru mengalir kepada Robertus Robet usai ditangkap

Editor: Ishak
(KOMPAS.com/Indra Akuntono)
Sosiolog UNJ Robertus Robet 

Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 & amandemennya, UU TNI & TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

Hal ini juga berlawanan dengan agenda reformasi TNI.

Memasukan TNI di kementerian-kementerian sipil juga mengingatkan pada dwi fungsi ABRI pada masa Orde Baru yg telah dihapus melalui TAP MPR X/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyemangat dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan TAP MPR VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.

Robet tidak sedikit pun menghina institusi TNI.

Dalam refleksinya Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional.

Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru.

Pasal-pasal yang dikenakan adalah pasal-pasal yang selama ini kerap disalahgunakan untuk merepresi kebebasan berekspresi (draconian laws) dan sungguh tidak tepat.

Pasal 207 KUHP berbunyi "barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.

Baca: LIVE STREAMING Persebaya Vs Persib: Laga Hidup Mati Piala Presiden 2019, Live Streaming Indosiar

Baca: Jambret Berpakaian Jaket Ojek Online Ditangkap Polisi

Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dalam pertimbangannya mengatakan "dalam masyarakat demokratik yang modern maka delik penghinaan tidak boleh lagi digunakan untuk pemerintah (pusat dan daerah), maupun pejabat pemerintah (pusat dan daerah)."

Bagian lain putusan tersebut mengatakan "Menimbang bahwa dalam kaitan pemberlakuan pasal 207 KUHPidana bagi delik penghinaan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana, halnya dengan penghinaan terhadap penguasa atau hadan publik (gestelde macht of openbaar lichaam) lainnya, memang seharusnya penuntutan terhadapnya dilakukan atas dasar pengaduan (bij klacht).

Sedangkan pasal 28 ayat (2) jo, UU ITE mengatur "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)."

Penangkapan kepada Robertus Robet adalah ancaman kebebasan sipil di masa reformasi. Kami memandang:

1. Pertama, Robetus Robert tidak menyebarkan informasi apa pun melalui elektronik karena yang dianggap masalah adalah refleksinya.

2. Kedua, refleksi yang memberikan komentar apalagi atas kajian akademis atas suatu kebijakan tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan.

Baca: Pendaftar Membludak, Juragan Durian Tutup Pendaftaran Sayembara Putrinya

Baca: Bupati Mempawah Sebut Program Sekolah Gratis Tingkatkan Motivasi Belajar

3. Ketiga, TNI jelas bukan individu dan tidak bisa "dikecilkan" menjadi kelompok masyarakat tertentu karena TNI adalah lembaga negara.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved