Mahfud MD Angkat Suara Soal Larangan Sebutan "Kafir", Kutip Pernyataan Ustadz Abdul Somad

Mahfud MD Angkat Suara Soal Larangan Sebutan "Kafir", Kutip Pernyataan Ustadz Abdul Somad

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
TRIBUN/DANY PERMANA
Prof Mahfud MD 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Pakar hukum Prof Moh Mahfud MD menyampaikan komentarnya soal pelarangan sebutan kafir bagi non-muslim.

Menurut Mahfud MD, pelarangan sebutan kafir bagi non-muslim tak perlu diributkan.

"Ia tak perlu difatwakan karena di dalam konstitusi dan peraturan per-undang-undangan memang tidak ada sama sekali kata kafir," ungkap Mahfud di akun twitternya.

Mahfud MD menyatakan hal itu tak perlu diributkan karen dalam dalil naqly agama Islam memang ada istilah itu.

"Meributkannya tak produktif," tegas Mahfud.

Baca: Mahfud MD Unggah Momen Jelang Sunrise dari Swiss Bellin Singkawang, Aduhai Indahnya Indonesia Kita

Baca: Nurzaini Sujud Syukur Usai Mahfud MD Umumkan Dapat Hadiah Mobil di Millenial Road Safety Festival

Baca: Sutarmidji Bahas Jokowi di Akun Facebook, Pro Kontra Netizen Banjiri Kolom Komentar

Baca: Melawan Pelaku Begal, Seorang Warga Tewas Ditusuk Pada Bagian Dada

Unggahan Mahfud MD ini mendapat ragam komentar netizen. Beberapa bertanya mengenai hal terkait.

Menjawab pertanyaan netizen, Mahfud MD menegaskan, di dalam hukum dan konstitusi tidak ada term kafir.

Mahfud MD juga mengutip pernyataan yang disampaikan Ustadz Abdul Somad soal kafir.

"Tapi dalam Qur'an dan hadits ada istilah itu sebagai adresat kaum. Meminjam UAS, misalnya, kita tak bisa mengganti surat Alkafirun dari bacaaan 'Qul yaa ayyuhal kaafiruun' menjadi bacaan 'Qul yaa ayyuhal nonmuslim'," lanjut Mahfud MD.

Dirinya menegaskan, jika di dalam konstitusi dan semua hukum kita tidak ada kata kafir, tapi di dalam Qur'an dan Hadits ada banyak.

"Dan itu tak bisa dihapus," tegasnya.

Saat ditanya apakah Mahfud MD setuju atau tidak dengan penggantian istilah kafir, Mahfud menjelaskan dengan tegas.

"Kalau dari pandangan ilmu hukum, tak perlu persetujuan saya atau siapapun karena pendapat "tak boleh menyebut kafir" itu memang tidak ada faktanya di dalam konstitusi dan hukum kita. Kita setuju atau tak setuju ya tak ada pengaruh pada konstitusi dan hukum kita," jelasnya.


Masih menjawab pertanyaan netizen, Mahfud MD menegaskan agar kita tak perlu saling marah pada diksi agama masing-masing.

"Orang Islam menyebut orang lain kafir itu boleh. Itu hanya adresat bukan musuh," tegasnya.

"Orang Yahudi menyebut kita goyim boleh karena kita memang goyim menurut diksi agama mereka. Orang Katolik menyebut pengikutnya sebagai domba juga tak ada yang ribut," paparnya.


NU Usul Hapus Sebutan Kafir Bagi Non-Muslim

Kata kafir kembali ramai diperbincangkan setelah sidang komisi Muqsith di Munas NU menyatakan, kafir sering kali disebutkan oleh sekelompok orang untuk melabeli kelompok atau individu yang bertentangan dengan ajaran yang mereka, yakini kepada non-Muslim, bahkan terhadap sesama Muslim sendiri.

Bahtsul Masail Maudluiyah memutuskan tidak menggunakan kata kafir bagi non-Muslim di Indonesia.

“Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim yang dianggap mengandung unsur kekerasan teologis,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Moqsith Ghazali berdasarkan keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (1/3/2019).

Dia mengatakan, para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara.

Menurut dia, hal ini menunjukkan kesetaraan status Muslim dan non-Muslim di dalam sebuah negara.

“Dengan begitu, status mereka setara dengan warga negara yang lain,” katanya.

Pembahasan ini dihadiri Mustasyar PBNU Muhammad Machasin, Rais Am Syuriyah PBNU KH Miftahul Akhyar, Rais Syuriyah KH Masdar Farid Masudi, dan KH Subhan Ma’mun, Katib ‘Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Katib KH Abdul Ghofur Maimun Zubair, dan H Asrorun Niam Sholeh, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, hingga Sekretaris Jenderal PBNU H Helmi Faishal Zaini.

Selain itu, Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah juga membahas soal pandangan Islam dalam menyikapi bentuk negara bangsa, serta tentang produk perundangan atau kebijakan negara yang dihasilkan oleh proses politik modern.

Tak hanya soal penyebutan kafir, Munas NU juga menetapkan bisnis MLM hukumnya haram.

Nahdlatul Ulama (NU) mensinyalir adanya pelanggaran terselubung yang berujung timbulnya korban dari bisnis multilevel marketing (MLM).

Dugaan pelanggaran ini terlihat di berbagai platform bisnis MLM, baik secara tatap muka maupun digital, serta yang legal maupun tidak.

Persoalan MLM ini dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Diniyah Waqi'iyah pada Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019).

Komisi tersebut berfokus pada kasus-kasus aktual di masyarakat.

"Hukum bisnis money game model MLM, baik menggunakan skema piramida atau matahari dan ponzi, adalah haram," kata pemimpin sidang komisi bathsul masail, Ustaz Asnawi Ridwan, melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved