Siti Danilah Salim, "Tokoh Pers Perempuan" yang Terlupakan
Laporan situasi saya kirimkan ke Harian Neratja. Saya juga menerjemahkan berita pendek dari bahasa asing
Penulis: Rizki Fadriani | Editor: Jamadin
Kemampuan bahasa Belanda dan Indonesianya yang baik membuat Danilah tak kesulitan membuat tulisan jurnalistik dan karangan panjang.
Baca: Hadiri Rapat Persiapan Syukuran Terbangunya Jembatan Gantung, Ini Kata Yeremias Marsilinus
Baca: Kronologi Pengungkapan Produksi Uang Palsu di Pontianak: Ratusan Juta Beredar, Ibu Pingsan Digrebek
Mulanya, Danilah menulis puisi dan esai dalam bahasa Belanda memakai nama pena Kemuning.
Tulisan berbahasa Indonesia Danilah dimuat pertamakali oleh Harian Neratja, suratkabar modern pribumi karena memuat foto. Kala itu, Agus Salim mejadi pemimpin redaksinya.
Danilah lagi-lagi menjadi juru koreksi di media ini.
Tulisan Danilah di Neratja bersanding dengan tulisan Agus Salim, Mohammad Yamin, Bahder Djohan, dan Kasuma Sutan Pamuntjak.
Danilah juga aktif berorganisasi. Dia bergabung dengan Jong Sumatranen Bond dan aktif menulis di Majalah Jong Sumatra.
“Saya senang menulis sajak di majalah Jong Sumatra. Laporan situasi saya kirimkan ke Harian Neratja. Saya juga menerjemahkan berita pendek dari bahasa asing,” kata Danilah, masih dari catatan Din Oesma.
Meski sempat berpindah-pindah mengikuti suaminya, Danilah tetap menulis untuk beberapa surat kabar setempat dan mengirimkannya ke Jakarta.
Di Semarang Dia menulis untuk Majalah Pestaka dan Suratkabar Bahagia mengasuh rubrik Taman Isteri.
Ketika tinggal di Semarang, Danilah mulai aktif dalam gerakan perempuan dengan bergabung ke dalam Isteri Indonesia, organisasi perempuan yang didirikan pada Juli 1932 dan diketuai Maria Ulfah.
Danilah terpilih sebagai ketua Istri Indonesia cabang Semarang selama lima tahun.
Setelah bercerai dari suaminya pada 1938, Danilah pindah ke Jakarta.
Baca: Berikut Jadwal Turnamen Jutitia Futsal Hari Ini
Baca: Konsep Mini Moto, Inilah Penampilan Supra Fit Milik Andi
Dia tetap aktif dalam organisasi perempuan dan menulis.
Danilah menjadi anggota Pengurus Besar Isteri Indonesia dan ketua cabang Kwitang.
Danilah menikah lagi dengan wartawan Cahaya Timur Syamsudin Sutan Makmur di masa pendudukan Jepang. Setelah Jepang hengkang, mereka mendirikan Mingguan Daya Upaya namun tak bertahan lama.