ILC TVOne - Reaksi Mengejutkan Karni Ilyas saat Rocky Gerung Minta Tak Ditanya Lagi

Menurut Rocky, Jokowi yang ikut mengucapkan Abu Bakar Ba'asyir bebas juga melakukan hoaks, atau membuat berita bohong.

Editor: Marlen Sitinjak
Screenshot Instagram@rockygerungofficial
Rocky Gerung 

ILC TVOne - Reaksi Mengejutkan Karni Ilyas saat Rocky Gerung Minta Tak Ditanya Lagi

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Pengamat politik Rocky Gerung enggan diberi pertanyaan oleh pembawa acara ILC, Karni Ilyas hingga membuat penonton heboh.

Hal tersebut terjadi saat di acara ILC yang berjudul "Ustadz Ba'asyir: Bebaaas... Tidaak!" di tvOne, Selasa (29/1/2019) malam.

Rocky Gerung mengkritik judul ILC yang menurutnya kurang menggigit.

"Nah judul ILC kali ini, Ustaz Abu Bakar Ba'asyir bebas atau tidak, itu kurang ILC, kurang menggigit," ujar Rocky yang saat itu melalui video call di ILC.

Roky Gerung mengusulkan judul yang berkaitan dengan hoaks atau kabar bohong.

"Mestinya, Ustaz Ba'asyir hoaks atau bukan," ujarnya.

Sebelumnya, Rocky Gerung menuturkan ada kekacauan yang terjadi saat presiden dikoreksi bawahannya.

Baca: Rocky Gerung Batal Penuhi Panggilan Polisi Hari Ini, Kuasa Hukum Ungkap Alasannya

Baca: Jadwal Liga Champion Leg 1 Babak 16 Besar Liga Champions Dimulai 13 Februari

"Polemik itu memperlihatkan ada kekacauan di dapur kekuasaan, berantakan dapurnya. Ada pepatah bilang begini 'too many cooks spoil the broth' terlalu banyak tukang masak, membuat sup itu tumpah berantakan, ya itu yang terjadi sekarang," ungkap Rocky Gerung.

Menurut Rocky, Jokowi yang ikut mengucapkan Abu Bakar Ba'asyir bebas juga melakukan hoaks, atau membuat berita bohong.

"Saya menganggap yang disebutkan presiden kemarin adalah hoaks, jadi presiden sekali lagi bikin hoaks, dia dibantah oleh bawahannya dan itu tidak elok sebetulnya," ulasnya.

Ia pun menyinggung turut menyinggung Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian yang sempat mengoreksi pernyataan Jokowi perihal Ustaz Abu Bakar Ba'asyir yang akan dibebaskan.

"Anda bayangkan bahwa Pak Tito menerangkan secara lengkap, urutan peristiwa, konsekuensi diplomasi, karena soal korupsi ini adalah investasi internasional," ungkap Rocky.

"Seharusnya Pak Tito yang mengucapkan pikiran pemerintah, bukan presiden, supaya kalo bikin suatu kesalahan, presiden masih bisa koreksi," sambungnya.

Rocky Gerung pun menyayangkan presiden yang harus dikoreksi oleh bawahannya.

"Ini ngaconya, presiden ambil alih sesuatu, sehingga dia akhirnya dikoreksi oleh anak buahnya, karena enggak mungkin lagi, ada yang di atas presiden untuk mengoreksi lagi hoaks yang dibuat oleh presiden," kata Rocky Gerung.

Apa yang salah, menurut Rocky Gerung adalah presiden terlalu gegabah mengabarkan yang belum jelas keputusannya.

"Ini soal kegagalan memperlihatkan dignity dan bonafiditas dari presiden sebagai kepala negara, itu soal yang pertama."

"Sehingga orang melihat presiden selalu ingin curi start, melakukan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dia lakukan karena tergesa-gesa," ulasnya.

Rocky Gerung turut memberikan contoh lain, seperti pembagian sertifikat yang menurutnya, presiden tidak perlu turun tangan untuk membagikan pun rakyat akan dapat.

Baca: BREAKING NEWS - Satpol PP Amankan Pelajar Sembunyi di WC

Baca: Kalbar 24 Jam - Foto Viral 3 Tenaga Medis, Pentol Daging Tikus Hingga Siswi SD Lahirkan Bayi

"Itu sama saja presiden yang membagikan sertifikat, yang sebetulnya didiemin pun rakyat akan dapat sertifikat, tapi tunggu momentum, presiden datang jadi seolah-olah itu kasih sayang negara, padahal itu hak warga negara, bukan kasih sayang soal negara," ujarnya.

Rocky Gerung kembali menelisik, menurutnya, ada motif politik setelah dilakukan analisis atas polemik tersebut.

"Demikian juga Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, yang sudah dari Hak yang diterangkan itu, 2017 ditunda, supaya presiden yang mengucapkan itu."

"Apa di belakang itu, setelah semua alasan kita telisir, yang tertinggal adalah motif politik. Yaitu menambal elektabilitas, ini duduk perkaranya, di dalam pikiran publik itu sinopsis yang ditangkap."

"Mau dibantah dengan cara apapun, presiden ingin menunggangi suara islam, karena statistik menunjukkan, pemilu adalah tergantung pada suara islam, jadi kita tidak perlu menganalisis sesuatu yang kasat mata sebetulnya, yaitu bahwa jumlah suara untuk memperoleh kekuasaan berkurang karena cara memasaknya keliru." ujarnya.

Seolah-olah presiden itu mau bilang begini, Ma'ruf Amin merupakan premi meraup suara islam, karena tidak cukup, pakai suara Abu Bakar Baasyir, itu seperti orang rakus lagi sakit, mau pakai 2 asuransi, Maruf Amin tidak cukup, didatangkan Baasyir, tapi salah konsep, sehingga kacau lagi kan hari ini," ujarnya.

Menurut Rocky pemerintah tidak perlu banyak mencari alasan.

"Tidak perlu diputer-puter, karena orang bisa lihat secara telanjang, apa sebtulnya di balik motif itu," ujarnya.

Rocky lantas mengatakan bahwa presien tidak mengerti konsep penegakan hukum dan penegakkan HAM.

"Itu kekacauan yang ditumpuk-tumpuk," ujarnya.

Kemudian, Rocky menilai pemerintahan tdaik memiliki sistem untuk koordinasi.

"Soal Abu Bakar Baasyir, apakah ingi kedunguan dari orang istana, atau kesengajaan untuk merongrong legitimasi dari presiden Jokowi, yang dilakukan presiden hari ini adalah hoaks, karena dia terburu-buru ingin segera pamer legitimasi baru, dengan membeli asuransi baru, sehingga seolah-olah Maruf Amin tidak cukup dan mendatangkan Abu Bakar Baasyir," ujarnya.

Rocky Lantas mengatakan bahwa di dalam istana tenagh terjadi pasar gelap kekuasaan.

"Yang sampai sekarang, kita nggak tahu siapa pemain utamanya, tetapi yang kita tahu adalah ongkos yang berbahaya untuk ongkos demokrasi akhir-akhir ini," ujarnya.

Tampak Rocky menyudahi argumennya dan tidak membolehkan Karni ILyas untuk bertanya kembali.

"Saya kira sudah, Pak Karni Ilyas seharusnya tidak bertanya lagi kepada saya," ujar Rocky.

Mendengar pertanyaan itu, Karni ILyas lantas menimpali.

"Nggak saya juga nggak mau tanya," ujar Karni Ilyas membuat penonton tersenyum.

Diketahui, pemerintah Indonesia masih tarik ulur terkait pembebasan Ba'asyir.

Berita pembebasan Ba'asyir awalnya dibeberkan oleh penasihat hukum pribadi Jokowi, Yusril Ihza Mahendra.

Ketika pernyataan Yusril dikonfirmasi kepada Presiden Joko Widodo, ia membenarkan bahwa telah menyetujui pembebasan Ba'asyir.

Menurut Jokowi, Baasyir dibebaskan karena alasan kemanusiaan. Sebab, pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo itu sudah berusia 81 tahun dan sudah sakit-sakitan.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya beliau kan sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi usai meninjau pondok pesantren Darul Arqam, di Garut, Jumat (18/1/2018) siang.

Berbagai kritik bermunculan terkait keputusan itu karena dinilai tidak memiliki landasan hukum.

Kemudian, pada Senin (21/1/2019) malam, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menggelar jumpa pers mendadak di kantornya.

Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto membaca naskah siaran pers.

Keesokan harinya, Selasa (22/1/2019), Presiden Joko Widodo meluruskan polemik mengenai wacana pembebasan terpidana kasus terorisme Ustaz Abu Bakar Ba'asyir.

Presiden menegaskan, pemerintah pada intinya sudah membuka jalan bagi pembebasan Ba'asyir, yakni dengan jalan pembebasan bersyarat.

Akan tetapi, Ba'asyir harus memenuhi syarat formil terlebih dulu, baru dapat bebas dari segala hukuman.

Masih di Istana pada hari yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa saat ini permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Sebab, Ba'asyir tidak mau memenuhi syarat formil yakni menandatangani surat yang menyatakan ia setia pada NKRI.

"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko.

Namun tak lama kemudian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly kembali memberikan pernyataan yang berbeda.

Saat memberikan keterangan pers di kantornya, Selasa (22/1/2019) malam, Yasonna menyebut bahwa pembebasan Ba'asyir masih dikaji.

"Sama dengan penjelasan yang disampaikan oleh Menko (Menkopolhukam Wiranto), kita sudah rapat kemarin membahas isu ini," kata Yasonna.

"Masih melakukan kajian yang mendalam dari berbagai aspek tentang hal ini. Hukum dan juga secara ideologi seperti apa konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia-nya, keamanannya dan lain-lain. itu yang sekarang sedang digodok dan sedang kita bahas secara mendalam," lanjut dia.

Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2011. Putusan itu tak berubah hingga tingkat kasasi.

Ba'asyir yang merupakan pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng, itu terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved