Banyak Perempuan yang Gugat Cerai, Dra Chainar: Perempuan Sekarang Mandiri

Mungkin kalau laki-laki mau menuntut perceraian lebih dulu, ada rasa gengsi. Sudah terpaksa sekali barulah laki-laki itu mau mengajukan talak cerai.

Penulis: Syahroni | Editor: Didit Widodo
NET
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak; Syahroni

TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, TRIBUN - Fenomena di mana lebih tingginya angka gugatan perceraian yang dilayangkan oleh perempuan dibanding dengan talak cerai yang dilakukan oleh laki-laki berdasarkan data di Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak, memantik perhatian Pengamat Sosial Untan, Dra Chainar MSi. Berikut ulasan analisanya;

.."Saya melihat artinya perempuan itu sudah merasa tidak cocok dan merasa mandiri.
Sehingga berani mengajukan gugatan perceraian pada suaminya. Hal itu dikarenakan berbagai faktor, mungkin ada kekerasan, faktor ekonomi, merasa tidak tentram, tidak aman dan lainnya.

Baca: Setelah Tahun 2018 Ada 922 Janda Baru di Kota Pontianak, Wali Kota Bingung Banyak Guru ASN

Mungkin kalau laki-laki mau menuntut perceraian lebih dulu, ada rasa gengsi. Sudah terpaksa sekali barulah laki-laki itu mau mengajukan talak cerai.

Perempuan yang berani mengajukan gugatan adalah yang mandiri dan tegar, ia bisa berdiri sendiri dan bisa berusaha sendiri serta mencari ketenangan jiwa, walaupun dia tidak bekerja. Apabila perempuan sudah mempunyai komitmen, satu kali, dua kali dimaafkan mungkin selanjutnya akan mengajukan perceraian.

Perempuan pada dasarnya, pengen keharmonisan, adanya kebebasan dalam arti jiwanya tidak terkekang dan ingin merasa aman serta bahagia.

Ilustrasi perceraian.
Ilustrasi perceraian. (SHUTTERSTOCK)

Kita lihat saja, kasus seorang janda yang ditinggal suaminya meninggal, tidak mudah baginya untuk menikah lagi.

Tingginya angka gugatan perceraian dari angka cerai talak yang dilakukan laki-laki, saya melihat perempuan berani mengambil keputusan sendiri dan mandiri..

Saya garis bawahi, perempuan itu lebih tegar, lebih berani dan mandiri saat mengambil keputusan menggugat cerai suaminya. Kalau dia tidak berani, tidak tegar dan tidak mandiri maka tidak mungkin mengajukan gugatan.

Mungkin masalah ekonomi juga jadi pemicu, merasa suami tidak bekerja dan dirinya bekerja pasti ada suatu gap. Sehingga lama-lama merasa ada suatu gengsi ketika melihat teman dan kerabatnya yang bekerja dan menafkahi keluarga adalah suaminya tapi dirinya malah sebaliknya. Kemudian ada juga fenomena, udahlah suaminya tidak bekerja, marah-marah dan sangat dominan sehingga istrinya merasa tidak ada ketenangan.

Tapi pada dasarnya tentu mereka mempunyai alasan tersendiri dan berbeda-beda dalam mengajukan gugatan. Laki-laki merasa gengsi untuk menceraikan istri, kerena takut dianggap tidak mampu mengurus rumah tangga, tidak mampu membahagiakan.

Sehingga laki-laki lebih cuek dan perempuan merasa tidak ada ketenangan maka dialah yang mengajukan gugatan. Kemudian, dari segi agama juga laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satu istri.

Memang ada yang kita lihat, laki-laki itu menggantungkan istrinya dan tidak mau menceraikan tapi juga tidak memenuhi nafkahnya. Sedangkan berkaitan mengurus surat menyurat dan naik kantor turun kantor, mana laki-laki mau. Sehingga perempuanlah yang mengurus itu. Secara sosial saya menganggap perempuan itu sudah mandiri, mampu dan tegar.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved