37 Cuitan Fadli Zon tentang Pembelian Saham PT Freeport, Saya Tak Cium Aroma Kemenangan

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, memberikan cuitan terkait dengan transaksi pembelian saham PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah.

Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Agus Pujianto
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon 

37 Cuitan tentang Pembelian Saham PT Freeport, Faldi Zon: Saya Tak Cium Aroma Kemenangan

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, memberikan cuitan terkait dengan transaksi pembelian saham PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah.

Sebanyak 37 twitt dituliskan Fadli Zon di akun Twitter miliknya, @fadlizon, Kamis (3/1/2018) malam.

Berikut ini cuitan politisi Gerindra tersebut:

“Selamat sore tweeps, sy akan uraikan lima catatan atas transaksi pembelian saham freeport. Selamat menyimak,” tulis Fadli Zon.

1. @bpkri (Badan Pemeriksa Keuangan) n @KPK_RI (Komisi Pemberantasan Korupsi) perlu segera mengawasi dan memeriksa transaksi pembelian 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Inalum yg menelan biaya hingga US$3,85 miliar, atau sekitar Rp56,1 triliun.

Baca: TERPOPULER - Dari Fadli Zon: Presidennya Miskin Literasi Hingga Perjalanan Karier Lee Sun Bin

Baca: Sindir Janji Pemerintah Jokowi Bangun Tol Laut, Fadli Zon: Yang Dibangun Malah Tol Darat

2. Seharusnya, tak boleh ada lagi transaksi kolosal yg terjadi di ujung periode pemerintahan, agar kita tak mengulang modus skandal yg kerap terjadi menjelang pemilu.

3. Di periode transisi kekuasaan, yaitu saat-saat menjelang Pemilu dan Pilpres, mestinya tdk banyak keputusan-keputusan besar dan strategis yg dieksekusi, krn rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan di dalamnya.

4. Sudah cukup skandal Bank Bali, SKL (Surat Keterangan Lunas) BLBI, dan skandal besar lain tiap menjelang pemilu.

5. Untuk itu, @bpkri dan @KPK_RI sy kira perlu segera mengawasi serta memeriksa transaksi besar ini, apakah ‘clear’ dan ‘clean’ ataukah tidak.

Ada dua isu awal yang perlu diselidiki, yaitu apakah nilai transaksinya wajar, dan apakah timing-nya tepat

6. Ketika kita bicara soal Freeport, sejak awal kebijakan pemerintah tidak konsisten dan transparan. Masalah kita kan awalnya ada dua.

7. Pertama, Freeport ini bnyk melanggar ketentuan UU n kontrak.

Baca: Fadli Zon: Jargon Revolusi Mental Lenyap di Akhir Pemerintahan Jokowi

Baca: Fadli Zon: Presidennya Miskin Literasi Akut, Terlalu Banyak Baca Komik Doraemon dan Sinchan

Mulai dr tdk memenuhi ketentuan divestasi saham, kewajiban membangun smelter, wanprestasi pembayaran royalti, kewajiban lain yg diatur dlm Kontrak Karya maupun dlm UU No. 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara.

8. Jadi, ada isu penegakan hukum di sini. Kedua, soal perpanjangan kontrak atau operasi, yaitu apakah Freeport akan diteruskan operasinya sesudah tahun 2021 ataukah tidak.

Isu kedua ini adlh soal politik.

9. Jadi, menurut sy, masalah awalnya adlh dua hal itu.

Tapi dalam perjalanannya ternyata terjadi pembelokan substansi, krn kedua masalah itu kemudian dijadikan masalah politik.

10. Menteri Luhut Panjaitan pernah menyatakan di @DPR_RI bahwa kontrak PTFI akan dibiarkan habis baru kemudian diurus.

Tapi kenyataannya kan lain.

Baca: 9 Lembaga Survei Unggulkan Jokowi, Fadli Zon Yakin Prabowo Menangi Pilpres, Ini Alasannya

Baca: TERPOPULER - Dari Kai EXO dan Krystal f(x), Kai dan Jennie BLACKPINK Pacaran, Hingga Nilai Fadli Zon

11. Kewajiban divestasi saham hingga 51 persen, yg merupakan tuntutan Kontrak Karya II dan juga UU No. 4/2009, yg semula mrpkn persoalan hukum.

Akhirnya dilarikan mnjd persoalan politik krn digunakan sbg pintu masuk untuk memperpanjang operasi Freeport sebelum waktunya.

12. Kalau kita konsisten dgn UU, Freeport baru bs mengajukan perpanjangan pada 2019 ini.

Tapi perundingan ini kelihatan basisnya bukan UU, melainkan hanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM yg terus-menerus diotak-atik n disesuaikan untuk kepentingan Freeport.

13. Itu sebabnya sy heran, knp hari ini muncul framing seolah pembelian 51 persen saham Freeport yg menggunakan duit utangan itu dianggap sbg kemenangan perundingan pihak kita.

14. Padahal jelas-jelas Freeportlah yg memenangkan seluruh proses perundingan ini.

Framing kemenangan tadi sy kira sangat membodohi.

Baca: 5 Kontroversi Fadli Zon Hingga Prabowo Subianto Beri Gelar Fadli Zono

Baca: Fadli Zon Kerap Bikin Kontroversi, Ternyata Seperti Ini Nilainya Saat Kuliah

15. Kita perlu mendalami persoalan ini.

Pasca-transaksi pembelian saham kemarin, menurut sy stdknya ada lima persoalan yg harus dijawab pemerintah.

Pertama, basis legalitas perundingan tsb, knp ada pembelokan substansi dan lain sebagainya, yg tak sesuai dgn UU No. 4/2009.

16. Kedua, sesudah PT Inalum menjadi pemegang saham mayoritas PTFI.

Kita perlu mempertanyakan bgmn Pemerintah akan menagihkan kewajiban-kewajiban hukum Freeport yg seharusnya ditunaikan sebelum proses pembelian saham ini berlangsung?

17. Misalnya, soal kewajiban membangun smelter yg nilai investasinya mencapai US$2,6 miliar. Siapa yg akan membiayai?

Apakah investasi pembangunan smelter itu, yg mestinya telah dilakukan Freeport sejak 2009 silam, jg akan dibiayai menggunakan uang US$3,85 miliar?

18. Siapa, misalnya, yg akan membayar denda Rp460 miliar yg harus dibayarkan Freeport karena telah menggunakan hutan lindung tanpa izin?

Baca: TERPOPULER - Dari Cek Poin Telkomsel, Fadli Zon Dibully Netizen, Hingga Fakta Lee Sun Bin

Baca: Fadli Zon Sorot Intimidasi, Pemilu Amburadul hingga Indonesia Lebih Buruk dari Timor Leste

Jangan lupa, denda itu wajib dilunasi dalam dua tahun ke depan.

19. Jadi, sangat menggelikan jika semua kewajiban tadi pada akhirnya justru harus dibayar oleh kita sendiri.

Lalu, di mana klaim kemenangan yg kini sedang digembar-gemborkan Pemerintah?!

20. Ketiga, kita perlu mempertanyakan langkah Inalum membeli saham PTFI menggunakan global bond.

Sebab, dlm aturan global bond, kita tak bisa melarang kalau Freeport MacMoran yg semula mnjd pemegang saham mayoritas PTFI ikut membeli global bond yg diterbitkan Inalum.

21. Masalahnya, jika global bond Inalum yang digunakan untuk membeli Freeport Indonesia juga dipegang oleh Freeport McMoran, bukankah ini hanya dagelan belaka?

22. Sy kira kita juga perlu memeriksa data pemegang global bond Inalum dan afiliasinya, untuk mengetahui apakah ada kongkalikong dalam transaksi ini atau tidak.

23. Keempat, masih terkait penerbitan global bond oleh PT Inalum, kita juga perlu mempertanyakan menggelembungnya utang BUMN dalam tiga tahun terakhir.

Menurut sy utang BUMN ini adlh persoalan serius yg harus diawasi secara cermat.

Baca: Pitono: Harga Tiket Bikin Inflasi Pontianak melambung Tinggi

Baca: Akreditasi Rumah Sakit jadi Syarat Wajib Kerjasama dengan BPJS Kesehatan

24. Dengan penerbitan global bond sebesar US$4 miliar, PT Inalum kini memiliki kewajiban utang global yg besar sekali.

Inalum diperkirakan harus membayar beban kupon sebesar Rp1,7 triliun setiap tahun.

Ini bs menempatkan perusahaan tsb pada posisi berisiko.

25. Masalahnya, Inalum bukan satu-satunya BUMN yg harus menerbitkan surat utang global akibat beban penugasan yg sangat besar oleh pemerintah.

Sebelumnya PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) jg telah menjual global bond senilai US$5miliar.

26. PT Pertamina tahun ini telah menerbitkan global bond Rp11,2 triliun dari target US$4 miliar.

Pada 2017 lalu, Jasa Marga jg telah melepas global bond berdenominasi rupiah senilai Rp4 triliun dgn kupon 7,5 persen.

27. Dalam catatan sy, antara 2016 hingga 2018, jumlah utang BUMN kita telah meningkat hingga 132,92 persen.

Baca: Kapal Pengakut Material PLTU 1 Kalbar Terdampar di Bibir Pantai Tanjung Gundul Bengkayang

Baca: Minta Bulog Kalbar Kelola Tata Niaga Beras dengan Baik, Sutarmidji :Jangan Sampai Sumbang Inflasi

2016, utang BUMN tercatat Rp2.263 triliun, per September 2018 jumlahnya tembus Rp5.271 triliun.

Artinya, dlm dua tahun terakhir utang BUMN kita melonjak Rp3.008 triliun.

28. Dari BUMN sektor non-keuangan, sektor ketenagalistrikan menyumbang utang sebesar Rp543 triliun, atau 28 persen dari total utang BUMN non-keuangan.

29. Kemudian BUMN sektor migas menyumbang utang sebesar Rp522 triliun (27%), sektor properti dan konstruksi Rp317 triliun (15%), sektor telekomunikasi Rp99 triliiun (5%)

Sektor transportasi Rp75 triliun (4%), dan sektor lain-lain Rp403 triliun (20%). Itu angka yg besar sekali.

30. Masalahnya, jumlah utang yg menggelembung itu berbanding terbalik dgn kinerja pendapatan BUMN.

Dalam tiga tahun terakhir, pendapatan BUMN hanya naik Rp326 triliun.

31. Padahal, pada periode 2012-2014, saat utang BUMN ‘hanya’ naik Rp824 trilun.

Total pendapatan BUMN pada periode itu mencapai Rp5.393 triliun.

Baca: Misteri Pacarnya Baru Terungkap, Sule Ungkap Sifat Kekasihnya hingga Rencana Pernikahan

Baca: Edi Suratman: Jalan Mantap Dorong Perekonomian Kota Pontianak 

Artinya, utang baru BUMN sebenarnya tdk produktif.

32. Pada saat bersamaan, kerugian BUMN tercatat terus meningkat.

Sy mencatat, memasuki September 2018 kinerja BUMN besar justru kian memburuk.

33. Hingga kuartal III-2018, PLN, misalnya, telah menderita kerugian hingga Rp18,48 triliun.

Padahal, periode yg sama tahun lalu PLN masih mengantongi laba bersih Rp3,05 triliun.

Total kerugian BUMN-BUMN besar itu kini mencpai Rp26,95 triliun.

34. Angka-angka tadi membuktikan penugasan pembangunan infrastruktur atau keperluan pencitraan yg selama ini diberikan oleh pemerintah terbukti membebani keuangan BUMN.

Masalahnya, sejauh ini kita tak pernah melihat ada mitigasi risiko, padahal kondisinya cukup mengkhawatirkan.

35. Dan terakhir, kelima, untuk transaksi yang melibatkan angka puluhan triliun semacam ini, menurut saya, BPK dan KPK harus ikut memeriksa.

36) Jangan lupa, transaksi besar ini terjadi di periode transisi kekuasaan.

Baca: Sejumlah Tokoh Masyarakat Kapuas Hulu Prihatin Pelajar Terlibat Kasus Pencurian

Baca: Kapal Pengakut Material PLTU 1 Kalbar Terdampar di Bibir Pantai Tanjung Gundul Bengkayang

Potensi moral hazard-nya sangat tinggi. Jangan sampai ada tradisi transaksi besar di setiap periode menjelang Pemilu.

37. Itulah lima catatan menyikapi transaksi pembelian 51,23 persen saham Freeport.

Sy sama sekali tdk mencium bau kemenangan atau nasionalisme dari transaksi tsb.

Itu justru adlh transaksi yg ruwet, menyimpan aroma masalah, dan menyembunyikan banyak sekali risiko. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved