Komparasi Desak Reformasi MA dan Perkuat KY
Selain mendesak reformasi total di lembaga MA, Komparasi juga mendesak agar Komisi Yudisial RI yang merupakan lembaga negara pengawas hakim
Penulis: Zulkifli | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Zulkifli
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Koalisi Masyarakat Peduli Peradilan Bersih dan Anti Korupsi (KOMPARASI) Kalbar, mendesak reformasi total di tubuh Mahkamah Agung (MA).
Pernyataan itu disampaikan berkaitan dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK terhadap oknum hakim di PN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Baca: Data Valid dan Akurat Jadi Pedoman Tentukan Kebijakan
Baca: 174 Kecamatan di Kalbar, Midji Sebut Hanya 38,5 Persen Masuk Kategori Tahan dan Sangat Tahan
"Kami mendesak MA supaya di reformasi total. Sebab oknum hakim yang di OTT KPK sudah sangat banyak dan memprihatinkan,” kata M. Taufik Hidayat, SH, selaku juru bicara Komparasi sekaligus Direktur Perhimpunan Masyarakat Peduli Peradilan (PMPP) dalam rilist nya kepada Tribun Senin (3/12/2018).
Selain mendesak reformasi total di lembaga MA, Komparasi juga mendesak agar Komisi Yudisial RI yang merupakan lembaga negara pengawas hakim itu di perkuat dan di tambah kewenangannya.
Pasalnya, lembaga pengawas eksternal hakim itu, belum di berdayakan sacara optimal.
Lebih lanjut menurut Taufik, melalui pemberitaan media di televisi, media online, bahkan radio, ramai oleh berita operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah KPK di PN Jakarta Selatan.
Dalam diskusi Komparasi ini dihadiri oleh anggota Komparasi, dan mahasiswa fakultas hukum Universitas Tanjungpura Pontianak dan lembaga swadaya masyarakat.
Maraknya dagang putusan perkara perdata menjadi akar masalahnya, 2 Hakim PN Jaksel, 1 orang Pengacara, 1 orang Panitera PN Jaktim, sebelumnya bekerja di PN Jaksel, dan 1 orang dari pihak swasta Sah ditetapkan menjadi tersangka.
"Wakil Tuhan” di Indonesia terjerat kasus korupsi, tentu akan bertambah jika nanti kasus 2 hakim PN Jaksel ini terbukti bersalah dan terus akan bertambah lagi jika Mahkamah Agung masih beranggapan dirinya telah melakukan segalanya untuk mencegah kejadian-kejadian seperti ini berulang. Permasalahan besarnya ada 2.
Pertama, Mahkamah Agung tidak cukup obyektif dalam melihat nomena-nomena hingga menjadi fenomena yang berkembang dalam rahimnya.
Oknum-oknum hakim yang terjerat kasus korupsi dan di OTT KPK ibarat tumor ganas bahkan telah menjadi sel-sel kanker yang lama kelamaan menggerogoti rahim MA, bahkan menghancurkan wibawa MA dan citra lembaga peradilan, sejauh mana MA mengetahui hal ini?
Kedua, membawahi 8 ribu lebih Hakim, dengan tugas pokoknya memutus perkara yang ditangani serta beban administrasinya adalah tanggung jawab besar dan utama, karena penanganan perkara membutuhkan keseriusan, profesionalisme, kedisiplinan dan tanggungjawab yang besar dalam setiap penanganannya.
Beban MA dan lembaga peradilan dibawahnya dalam menyelesaikan perkara saja sudah begitu berat, ditambah lagi harus mengurus manajemen hakim (rekruitmen/pengangkatan, pembinaan (promosi - mutasi), pengawasan, perlindungan, dan pemberhentian), sungguh pikulan berat buat MA.
Kejadian OTT Hakim oleh KPK adalah buah dari 2 permasalahan besar diatas yang tidak mampu diemban oleh MA.
Sejak awal reformasi semangat perbaikan pengadilan dan sistem peradilan menjadi isu utama dalam arus deras reformasi, setidaknya 20 tahun waktu berselang, sedemikian banyak OTT telah dilakukan oleh KPK.
Komparasi) menyuarakan beberapa poin desakan :
1. Mengecam segala bentuk tindakan suap, pungli, gratifikasi terkait penanganan perkara di seluruh lapisan lembaga peradilan, yang dilakukan oleh siapa pun juga, terlebih oleh Aparat Penegak Hukum itu sendiri.
2. Meminta Presiden, DPR dan MPR untuk berkomitmen konkret kepada perbaikan dan perubahan peradilan khususnya di lingkungan Mahkamah Agung, harus berapa kali hakim tertangkap, panitera tertangkap.
3. Meminta kepada Ketua Mahkamah Agung untuk mengundurkan diri, karena tidak mampu mengemban kepercayaan publik untuk melakukan perbaikan dan mengembalikan kepercayaan publik kepada pengadilan.
4. Meminta kepada semua pelaku sistem peradilan khususnya pimpinan pengadilan dan Mahkamah Agung selalu membuka diri dan menerima masukan atau kritikan dari stake holder terkait (KY, KPK, Ombudsman dan organisasi masyarakat sipil lainnya).
5. Meminta kepada pelaku penegak hukum, baik pengacara, jaksa, panitera dan hakim untuk menghindari dan tidak lagi melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan tindakan penyuapan, pemerasan maupun pungutan liar dalam setiap proses hukum dan upaya hukum apapun.
6. Menindak tegas pelaku tindak pidana korupsi dengan hukuman pemberatan jika dilakukan oleh aparat penegak Hukum itu sendiri.
7. Mengajak masyarakat melakukan pengawasan terhadap peradilan karena masih banyak oknum penegak hukum yang terlibat kasus korupsi.( *)