Ustadz Abdul Somad
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW: Pendiri NU Tak Setuju, Ustadz Abdul Somad Beri Penegasan
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW: Pendiri NU Tak Setuju, Ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Ternyata, setelah diteliti, beliau tak setuju jika dalam perayaannya ada ritual-ritual syirik dan tak sesuai tata krama dalam masjid.
“Pernah dulu di Jawa Timur, ada perayaan Maulid, orang joget-joget, lompat-lompat, lari-lari, makanan berserakan di masjid plus mereka panggil-panggil arwah Nabi Muhammad macam memanggil jelangkung saja. Nah, itu yang tak boleh dan tak disukai oleh pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari,” jelasnya.
Ustadz Abdul Somad mengatakan ada beberapa syarat yang membuat peringatan maulid Nabi Muhammad dibolehkan, yaitu acaranya harus diisi oleh kegiatan-kegiatan keagamaan seperti tausiyah, mengaji Alquran, mengucap syair sholawat nabi dan bersholawat kepada Nabi Muhammad.
“Mengagungkan maulid dan membuatnya jadi acara tahunan itu kata Ibnu Taimiyah dilakukan sebagian orang dan mereka dapat pahala jika niatnya baik,” jawab Ustadz Abdul Somad.
Perayaan maulid Nabi Muhammad bisa menjadi haram atau tidak boleh dilakukan jika di dalamnya ada ritual-ritual tertentu yang menyalahi ajaran Islam dan tata krama ketika di masjid.
“Misalnya, kalau maulidnya bercampur laki-laki dan perempuan, lompat-lompat, joget-joget dalam masjid itu yang tak boleh,” bebernya.
Hukum Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer mengatakan, dalam Fatâwa al-Azhar dinyatakan oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam al-Suyuthi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid nabi itu baik, meskipun demikian mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai peringatan maulid.
Pendapat mereka ini berdasarkan kepada firman Allah Swt dalam al Quran Surah Ibrahim ayat 5.
Imam an-Nasa’i, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Rasulullah Saw menafsirkan kalimat Ayyâmillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah Swt.
Dengan demikian maka makna ayat ini: “Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah”.
Dan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti diingat dan disyukuri.
Rasulullah Saw memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini terlihat dari jawaban beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.
"Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [al-Qur’an] kepadaku)”. (HR. Muslim).