Lestarikan Kearifan Lokal, Warga Desa Pasir Palembang Peringati Robo-Robo di Makam Keramat
Bertepatan dengan hari Rabu terakhir di bulan Safar merupakan hari yang di tunggu-tunggu oleh masyarakat Mempawah umumnya
Citizen reporter
Abdul Aziz
Kader NU
TRIBUNPONTIANA.CO.ID, MEMPAWAH – Bertepatan dengan hari Rabu terakhir di bulan Safar merupakan hari yang di tunggu-tunggu oleh masyarakat Mempawah umumnya.
Hari itu merupakan hari dimana acara Robo-robo digelar. Robo-robo sendiri merupakan acara tahunan, turun temurun dari leluhur Mempawah yang sampai ini di lestarikan dengan baik.
Tak lupa warga Desa Pasir Palembang pun ikut andil dalam acara tersebut. Pengurus Desa Pasir Palembang merangkai kegiatan Robo-robo dengan membaca yasin, tahlil dan doa di makam keramat (datuk kuntum, palembang), di terukan dengan makan bersama yang di awali dengan membaca tawassul serta doa tolak bala.Rabu(7/11/2018)
Deny Juliansyah selaku kepala desa Pasir Palembang menuturkan acara ini merupakan adat serta budaya yang harus dijaga guna menjalin silaturahmi antara warga desa.
Baca: Polda Temukan Unsur Penganiayaan Yang Dialami Istri Polisi di Kalbar
Lain sisi, beliau menuturkan menanggapi acara Robo-robo ini bisa mengandung unsyur syirik.
Bisa jadi, imbuhnya jika hatinya yang menyakini, namun jika memaknai dengan hal seperti ini dengan doa serta makan bersama ajang silaturahim serta saling mendokakan ia kira tidak.
Semoga melalui acara ini Allah mengijabah doa serta menghindarkan semua dari musibah serta bala dunia yang di turunkan di hari Rabu terakhir bulan Safar ini.
Acara Robo-obo ini kami lakukan sejak dari nenek moyang. Acara ini tidak terlepas dari budaya. Adapun Robo-robo ini bukan hanya satu tempat namun masih banyak tempat lain yang melestarikan budaya ini bahkan bisa jadi se Mempawah.
Tak terlepas dari history sejarah, dahulu awal datang nya raja mempawah Opu Daeng Manambon dari Matan Kabupaten Ketapang bertepatan di hari Rabu terakhir bulan Safar.
Masyarakat Mempawah pun menyambut raja dengan sangat gembira ada yang membentangkan kain di setiap rumah nya yang berada di pesisir sungai ada juga yang menggunakan sampan mengiringi kedatangan beliau ke Bumi Galaherang.
Sehingga beliau terharu melihat sambutan masyarakat Mempawah dan turun di muara Sungai Kuala. Beliau memberikan beberapa makan kepada masyarakat setempat seraya melantunkan do’a bersama guna bersyukur serta memohon pertolongan Allah dari bala’ yang turun di hari Rabu terakhir bulan Safar.
Sehingga acara ini pun dijadikan sebagai salah satu acara sakral Kebupaten Mempawah dalam memperingati napak tilas (awal datang nya raja mempawah Opu Daeng Manambon yang bergelar Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan Martapura ke Kerajaan Mempawah pada tahun 1737M/1448H).
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bulan Safar diyakini sebagai bulan naas/sial/bahaya. Sang pencipta dipercaya menurunkan malapetakanya pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Namun pandangan di atas berbeda dengan masyarakat Mempawah. Masyarakat Mempawah menganggap bulan Safar adalah bulan keberkahan dan datangnya sangat di nanti-nantikan.