"Alergi Filsafat Islam?", Berikut Ulasan Ali Akhbar
Ia menjelaskan, Kecerdasan Rasulullah pada saat itu sangat diperhitungkan, karna ajaran yang dibawa sangat berpengaruh besa
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak M Wawan Gunawan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS,- Koordinator Biro Pengembangan Media dan Informasi PKC PMII Kalimantan Barat Ali Akhbar A.R.L, S.Th.I., M.H, mengatakan, Khazanah pemikiran Islam dalam sejarahnya melihat sosok perkembangan keilmuan, Jum'at (26/10/2018).
Mulai dari titik membangun metodologi-menerapkan metodologi-merekonstruksi-dekonstruksi hingga kontemporer ini bisa merasakan nikmatnya khazanah pemikiran Islam.
Baca: Kapolres Sambas Sampaikan Ucapan Terima Kasih Pada Masyarakat Sambas
Baca: Gelar Aksi Bela Kalimat Tauhid, Bundaran Tugu Digulis Pontianak Dipadati Ribuan Massa
Menurutnya, sejatinya Islam hadir tidak hanya dengan menjawab seluruh konteks peradaban dengan dasar tekstualitas korpus Tuhan, melainkan adanya interkonektif dari berbagai paradigma seperti konteks yang berlaku (budaya, ekonomi, sosial, politik dan hukum).
Ia menjelaskan, Kecerdasan Rasulullah pada saat itu sangat diperhitungkan, karna ajaran yang dibawa sangat berpengaruh besar terhadap peradaban kemanusian hingga saat ini.
Seperti, Ketika Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam bersentuhan dengan budaya, ekonomi, sosial, politik, dan hukum pada masa jahiliyah yang mendarah daging dan berakar serabut.
Beliau mampu menginterkonesilan seluruhnya hingga ajaran yang dibawa mampu diterima secara feminin maupun maskulin.
Kembali pada tema yang di bahas, Ali menjelaskan, Kelompok tekstual memposisikan bahwa Filsafat Islam merupakan tiruan dari ajaran Yunani (filsafat barat).
Sehingga sikap anti-filsafat sudah menjadi orasi utama dalam setiap dakwah bahkan mengutus kelompok Da’i kesetiap penjuru nusantara untuk menyampaikan risalah pengharaman mempelajari Ilmu Filsafat sekalipun itu filsafat Islam.
Ketidaktelitian inilah yang membuat ilmu filsafat Islam menjadi tabu dalam khazanah pemikiran Islam. Padahal menurut Ali, ketika melirik sejarah justru Filsafat Islam itu sendiri adalah model atau sistem berfikir yang telah dipakai jauh sebelum diterjemahkannya karya-karya yunani oleh Ja'far ibn Yahya al-Barmaki (767-803 M).
Filsafat Islam bukanlah sepenuhnya nukilan dari teks-teks yunani. Karna belajar atau menjadikan mereka guru bukan berarti mengikuti segalanya tanpa ada batas pengecualian.
Seperti misalnya, Aristoteles (384-322 SM) seorang murid dari Plato (427-348) yang pada akhirnya Aristoteles mempunyai pandangan sendiri yang tidak dimiliki atau dikatan oleh gurunya. Atau Baruch Spinoza (1632-1677 M) yang secara jelas pengikut Rene Descartes (1596-1650 M). Tetapi Baruch Spinoza memiliki pandangan Filosofis yang berdiri sendiri.
Atau Al-Farabi (870-950 M) dan Ibnu Rusyd (1126-1198 M) yang di ilhami oleh pemikiran filsafat Yunani, tetapi beliau menpunyai pandangan filosofis sendiri.
Menurutnya, Dua buah pemikiran yang lahir dari budaya dan konteks yang berbeda merupakan kesalahan fatal, jika tetap saja filsafat Islam masuk dalam kategori tiruan Yunani (filsafat barat).
Justru sebuah idea, gagasan, atau pemikiran seseorang sejatinya, tidak bisa terlepas dari konteks budaya, ekonomi, sosial, politik, dan hukumyang berlaku.