Jelaskan Tiga Raperda Prakarsa, Ini Kata Jubir DPRD Kalbar
Juru Bicara DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Antonius Situmorang berharap tiga raperda prakarsa DPRD Kalbar dibahas lebih lanjut
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat menggelar rapat paripurna di Aula Balairung Sari Gedung DPRD Kalbar, Kamis (25/10/2018).
Rapat paripurna beragenda penyampaian penjelasan DPRD Provinsi Kalimantan Barat terhadap tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Prakarsa DPRD Kalbar.
Baca: Sat Lantas Polres Sintang Aktifkan SIM Keliling dengan Pelayanan Humanis
Baca: Banyak BPD Belum Paham Tupoksi, Wabup Harap Ada Pelatihan
Tiga raperda prakarsa itu yakni Raperda Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Raperda Pengelolaan Kehutanan dan Raperda Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.
Juru Bicara DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Antonius Situmorang berharap tiga raperda prakarsa DPRD Kalbar dibahas lebih lanjut antara pihak legislatif dan eksekutif.
Menurut dia, sumbangsih saran dan pemikiran dari Gubernur Kalbar selaku pimpinan tertinggi eksekutif diperlukan demi penyempurnaan dan peningkatan kualitas ketiga raperda prakarsa itu.
“Sehingga saling melengkapi untuk pembahasan lebih lanjut,” ungkapnya.
Antonius memaparkan potensi mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, yang memiliki peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak secara berkeadilan, khususnya di wilayah Kalbar.
“Potensi pertambangan dan bahan galian di Provinsi Kalbar cukup besar diantaranya emas yang banyak terdapat di Sintang dan Sanggau. Lalu, tambang bauksit yang merupakan bahan galian terbesar di Indonesia terbesar di Sandai, Tayan, Air Upas, Kendawangan, Riam, Simpang Dua, Balai Bekuak dan Sei Raya,” jelasnya.
Selain itu, tambang batu bara juga banyak terdapat di Sintang dan Kapuas Hulu. Mineral logam dasar banyak terdapat di Sambas dan Mempawah.
Kalbar juga menyimpan potensi cadangan bahan galian lain sangat potensial yakni kaolin dan pasir kuarsa.
“Gambut sebagai sumber daya alam milik Kalbar juga diharapkan dimanfaatkan lebih optimal,” imbuhnya.
Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penerbitan izin pertambangan rakyat untuk tambang mineral bukan logam dan batuan.
“Namun, berlakunya UU Nomor 23 Tahun 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara beralih kepada Pemerintah Provinsi,” terangnya.
Latar belakang raperda inisatif, kata dia, dalam rangka menjamin kesinambungan kekayaan alam yang tak terbarukan berupa mineral dan batubara di wilayah Provinsi Kalbar, maka diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya sehingga cadangan yang tersedia dapat dikelola optimal dan bijaksana. Serta, tetap memperhatikan prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup, transaparansi dan partisipasi masyarakat.
“Terlepas dari adanya perdebatan mengenai rasionalitas, efektivitas, maupun efesiensi dari penyerahan kewenangan daerah di bidang pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Urusan bidang pertambangan mineral dan batubara diserahkan kepada Pemprov,” paparnya.
Kegiatan pertambangan, terang dia, akan menghasilkan dampak positif maupun negatif. Satu diantara dampak positif yakni kian banyak tenaga kerja dibutuhkan sehingga memperluas lahan pekerjaan bagi masyarakat dan meningkatkan perekonomian daerah.
“Dampak negatif pertambangan yakni menyebabkan pencemaran akibat digunakannya zat-zat kimia berbahaya dan beracun (b3) sewaktu pemisahan buih tambang. Kerusakan tanah, erosi, sedimentasi, banjir dan kekeringan juga sering terjadi akibat kegiatan ini. Pertambangan sering mengubah atau menghilangkan bentuk permukaan bumi (landscape),” timpalnya.
Selama ini, berbagai kegiatan usaha pemanfaatan sumber daya alam khususnya pertambangan di kalimantan barat sering menimbulkan berbagai permasalahan, yang pada dasarnya menunjukkan tidak adanya keseimbangan antara aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya bidang pertambangan di kalimantan barat.
Berbagai permasalahan dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara di kalimantan barat harus diatasi satu diantaranya dengan kebijakan daerah.
“Penyusunan kebijakan daerah membutuhkan kesamaan persepsi tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batubara agar kebijakan yang dijalankan bisa didukung oleh semua pihak,” ujarnya.
Terkait Raperda Pengelolaan Kehutanan, Antonius mengutarakan perlu payung hukum agar pengelolaan hutan tidak mengganggu keseimbangan hutan.
Dalam pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan, maka semua hutan dan kawasan hutan harus dikelola dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya.
“Tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi lindung dan produksi yang menjadi kewenangan provinsi,” tuturnya.
Sementara itu, Raperda Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dilatarbelakangi oleh ketahanan individu dan keluarga akan berakibat pada terjaminnya ketahanan masyarakat. Untuk mencapai visi pembangunan Pemprov Kalbar, perlu dilakukan peningkatan upaya ketahanan keluarga.
“Salah satunya membuat kebijakan atau peraturan daerah yang mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan dan membina ketahanan keluarga yakni dengan memperhatikan kelompok usia berdasarkan usia hidup dari janin hingga lanjut usia,” pungkasnya.