Sekretaris MADN Yakobus Kumis Paparkan Sidang Adat Yang Diikuti Sutopo
Sekretaris Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Yakobus Kumis menerangkan adat merupakan cara menyelesaikan persoalan
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Sekretaris Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Yakobus Kumis menerangkan adat merupakan cara menyelesaikan persoalan secara damai melalui kearifan lokal yakni melalui sanksi hukum adat.
“Kita ini hidup ini dikandung adat, mati dikandung tanah. Artinya sejak kita lahir sampai mati, masyarakat kita penuh dengan upacara adat,” ungkapnya saat diwawancarai usai sidang hukum adat Dayak di Rumah Betang Sutoyo, Kota Pontianak, Selasa (4/9/2018) siang.
Yakobus menjelaskan sanksi hukum adat yang dikenakan kepada Kepala Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho adalah capa molot.
Baca: Sultan Melvin Pastikan Kehadiran Ustaz Abdul Somad di Haul Kesultanan Pontianak
Capa molot, kata dia, menurut adat Dayak Kanayant adalah sebuah sanksi yang diberikan kepada seseorang karena salah bahasa atau salah kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain.
“Pak Sutopo dikenakan hukuman sepuluh tail emas karena dia seorang pejabat yang dianggap mengerti hukum adat. Kalau masyarakat biasa, satu tail,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa yang ditonjolkan dalam sidang adat ini bukan nilai hukumnya. Namun, itu menunjukkan bahwa Sutopo sangat menghargai kearifan lokal.
“Kita juga menyambut baik beliau ini. Luar biasa, belum tujuh hari sudah hadir di sini menyampaikan permohonan maaf. Kalau masyarakat Dayak itu kan maksimal tujuh hari, beliau baru empat hari,” imbuhnya.
Jadi, intinya saling bermaaf-maafan dalam hal ini. Pelaksanaan sidang adat ini juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat adat Dayak, Sutopo serta pihak lainnya. Yakobus menimpali bahwa adat itu mendamaikan.
“Jadi, tidak ada lagi tuntutan-tuntutan di kemudian hari. Ini sudah saya tegaskan dari awal. Namanya hukum adat, kita sudah berdamai dengan orang. Sudah maaf-maafan tidak ada lagi tuntut-menuntut kepada Pak Sutopo,” jelasnya.
Baca: Guncangan di Teluk Bakung Diduga Berasal dari Rongga Bumi
Yakobus memaparkan adat yang digunakan adalah adat Dayak Kanayant. Hal ini lantaran komunitas adat Dayak Kanayant di Kota Pontianak memiliki tumenggung yang lengkap. Selain itu, Dayak Kanayant memiliki sebuah hukum adat yang sudah dibukukan rapi.
“Jadi sudah ada aturannya. Tidak ada lagi yang menyimpang, panduannya jelas, sumber-sumbernya jelas dan itu hasil musyawarah adat. Yang memberikan sanksi itu adalah tumenggung yang ada di Kota Pontianak. Kami dari MADN dan DAD hanya memfasilitasi, mengkomunikasikan, mengatur kegiatan-kegiatannya,” paparnya.
“Pelaksana pengadilan adat itu adalah Tumenggung. Bukan DAD dan MADN atau bukan lembaga lain. Yang melaksanakan peradilan adat adalah Tumenggung, Domong, Kepala Adat atau Kepala Binua yang memang tugas pokok dan fungsinya seperti itu,” tukasnya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pontianak/foto/bank/originals/sekretaris-majelis-adat-dayak-nasional-madn-yakobus-kumis_20180904_180148.jpg)