100 Tahun Hari Lahir Nelson Mandela, Sang Pejuang Anti-Apartheid! Putra Kepala Desa
Kepergian Nelson Mandela ini menyisakan duka yang mendalam, tidak hanya bagi penduduk Afrika Selatan, tetapi juga bagi dunia.
Penulis: Ayu Nadila | Editor: Marlen Sitinjak
Pemimpin anti-apartheid di Soweto
Dibangun tahun 1930 oleh pemerintah kulit putih untuk merelokasi penduduk kulit hitam menjauh dari Johannesburg, Soweto berkembang menjadi kota kulit hitam terbesar di Afrika Selatan.
Kemiskinan merajalela di kota yang kumuh itu. Aksi protes terhadap politik apartheid selalu marak diiringi dengan bentrokan dan kerusuhan.
Mandela tinggal di Soweto dari 1946 hingga 1962 dan bekerja dengan aktivis African National Congres (ANC) Walter Sisulu, yang banyak mempengaruhi kegiatan politiknya.
Rumah Mandela di Soweto sekarang juga sudah menjadi museum.
Situs yang paling lengkap dan paling memilukan tentang politik apartheid adalah di Apartheid Museum.
Pintu masuknya dibagi menjadi bagian "blankes / kulit putih" dan "nie-blankes / non-kulit putih".
Museum ini merinci sejarah para pemukim kulit putih di Afrika Selatan, permulaan perjuangan anti apartheid dan perjuangan sehari-hari warga kulit hitam.
Di sini diceritakan bagaimana Nelson Mandela mengubah ANC menjadi sebuah gerakan politik massa.
Perjalanan feri selama 45 menit dari Cape Town membawa kita ke Robben Island, tempat Mandela menghabiskan 18 tahun dari 27 tahun di penjara, dimulai tahun 1964, bersama para pahlawan gerakan lainnya Walter Sisulu dan Govan Mbeki.
Terlepas dari penghinaan dan penindasan yang dialaminya selama bertahun-tahun di sini, Mandela juga mengasah keterampilannya sebagai seorang pemimpin dan negosiator handal.
Inilah modal penting baginya ketika merintis menuju kepresidenan pada tahun 1994 setelah dia dibebaskan.
Afrika Selatan sekarang telah berkembang jauh.
Negara demokrasi ini memang masih memiliki tantangan bagi mada depan, termasuk meningkatkan kondisi kehidupan warga dan memberi pendidikan yang layak bagi mayoritas kulit hitamnya.
Meninggal Dunia