Pendiri Go-Jek Nadiem Makarim Ternyata Cucu Pejuang Kemerdekaan, Siapa Dia?
Antara lain, Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, dan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Agus Pujianto
Hamid Algadri menurut silsilah ayah berasal dari tanah Hadramaut di jazirah Arab dan dari garis keturunan ibu dari Malabar, India.
Ia menempuh pendidikan formal sekolah dasar ELS, sekolah menengah MULO dan AMS-A bagian klasik Barat, dan tahun 1936 sebagao mahasiswa Rechts Hoge School (Pendidikan Tinggi Hukum) di Batavia.
Ia merupakan keturunan Arab pertama yang menuntut pelajaran di universitas.
Selagi mahasiswa dia bergabung dengan Persatuan Arab Indonesia (PAI) yang didirikan tahun 1934 oleh AR Baswedan (Menteri Muda Penerangan 1946-47).
Baca: TERPOPULER - Hilang Keperawanan Demi Roy Kiyoshi Hingga Langkah Persib Usai Ancaman Mario Gomez
Baca: Aksi Siswa SMAN 1 Sungai Raya Garap Vidoe Spesial Perpisahan
Dengan PAI sebagai wadah, orang Arab ingin menjadi orangIndonesia dan menerima Sumpah Pemuda tahun 1928 yaitu satu Tanah Air, satu bangsa, satu bahasa ialah Indonesia.
Kemudian PAI menjelma sebagai parpol dan sebagai Partai Arab Indonesia bersikap Co(koperator atau kerja sama) terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Adapun parpol yang Non (nonkoperator) seperti PNI pimpinan Soekarno, Pendidikan Nasional Indonesia pimpinan Hatta-Syahrir telah dilarang.
Perjalanan karier Hamid sudah dapat diduga.
Ia ikut dalam delegasi Indonesia ke Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, 1949, sebagai penasihat.
KMB menghasilkan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia akhir Desember 1949.
Hamid jadi anggota parlemen dan karena duduk dalam Komisi Luar Negeri sering mengadakan kunjungan resmi ke berbagai negara di Asia dan Eropa.
Baca: Prahara Rumah Tangga Dewi Perssik dan Angga Wijaya, Ramalan Roy Kiyoshi Terbukti?
Baca: Pertamina Cabang Pontianak Berbagi Kebahagiaan Dengan Anak Panti Asuhan

Setelah pemilu 1955 ia menjadi ketua fraksi Partai Sosialis Indonesia (PSI) dalam Konstituante yang bersidang di Bandung menyusun konstitusi baru.
Di sana dia menyuarakan sikap politik PSI yaitu tidak menyetujui pembentukan negara Islam di Indonesia dan setelah pembicaraan gagal dalam sidang Konstituante menyatakan setuju kembali ke UUD 1945 sebagai jalan alternatif mengatasi kemelut.
Konstituante dibubarkan dan Presiden Soekarno mendekritkan kembali ke UUD 1945.
Salah satu kegiatan Hamid ketika menjadi anggota parlemen ialah menjadi Sekjen Panitia Pembantu Perjuangan Kemerdekaan Tunisia dan Aljazair.
Panitia ini didirikan pada tahun 1956 dan di dalamnya duduk tokoh-tokoh parpol seperti Mohd Natsir, Kasimo, Mr Sunario dan lain-lain.