Melihat Tempat Rehabilitasi Narkoba di Kota Pontianak

Ketua RBM Bumi Khatulistiwa Kalbar, M. Zaini, mengungkapkan kebanyakan dari mereka adalah korban penyalahgunaan narkoba jenis shabu.

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/CLAUDIA LIBERANI
Tempat rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) Bumi Khatulistiwa Kalbar. 

Tahun 2015 juga dianggapnya sebagai tahun kebangkitan RBM Bumi Khatulistiwa Kalbar karena pada tahun tersebut kementerian sosial mulai memberikan bantuan sosial, yang mana sebelumnya bantuan hanya mereka dapatkan dari BNN. Tahun 2015 juga merupakan tahun di mana banyak klien, saat itu ada 200 klien rawat jalan yang mereka tangani.

Berbagai suka duka juga dialami di RBM, proses pemulihan yang mereka lalui tidaklah mudah, beberapa resident berkali-kali ada yang melarikan diri, namun kembali lagi.

Di RBM mereka melaksanakan kegiatan terjadwal, mulai dari shalat, nicotine break, seminar, hingga wrap up yang dilakukan secara konsisten setiap hari.

"Kita ada nicotine break, di mana mereka mendapatkan waktu untuk merokok, namun tetap kita batasi, sehari tidak boleh lebih dari lima batang," ungkap Zai.

Di sini para residen juga mendapat kesempatan untuk berkontemplasi, setiap hari mereka akan mengungkapkan perasaan yang mereka alami, ketika suasana sedang tidak kondusif maka mereka saling bantu mengutarakan apa yang membuat tidak nyaman.

Di RBM, Zai dibantu oleh 17 staff, mulai dari program manager, admin keuangan, medis, konselor, peksos/TKS, securty, kitchen, hingga tim religi.

Ada tujuh konselor yang masing-masing menangani 3 klien, Zai mengungkapkan jika konselor merupakan orang terdekat klien ketika menjalani masa rehabilitasi. Untuk urusan pribadi, hanya konselor yang boleh mengetahuinya.

Di RBM ini para klien tidak memegang handphone maupun uang selama enam bulan, itu semua diterapkan sebagai proses penyembuhan, jika ada keluarga berkunjung dan membawakan makanan maka harus diperiksa juga.

"Karena kita khawatir orang tua memberikan uang, mereka di sini tidak boleh memegang uang," paparnya.

Waktu enam bulan tidak bisa jadi jaminan kesembuhan, Zai mengungkapkan jika sehebat apapun program yang dipunya, tempat rehabilitasi tidak pernah menjanjikan kesembuhan seratus persen. Tapi yang jelas rehabilitasi merupakan kebutuhan korban, ketika mereka menjadi korban penyalahgunaan narkoba maka yang mereka butuhkan adalah tempat rehabilitasi, bukan penjara.

"Tempat rehabilitasi berbeda dengan penjara, orang sering menyebut tempat ini sebagai rumah ajaib," ucapnya.

Setelah melalui beberapa tahap, klien akan ditempah skillnya, dijajaki minat dan bakatnya sehingga ketika mereka keluar, mereka bisa melanjutkan hidup dengan bekerja.

"Ada yang buka usaha meubel, ada yang bisa reparasi hp, potong rambut, macam-macam, kita bantu telusuri minat dan bakat mereka di sini," ujarnya.

Zai berharap perhatian pemerintah juga bisa diberikan pada korban narkoba. Pemerintah selama ini menganggap bahwa mereka adalah pihak yang tidak perlu bantuan, padahal Zai mengungkapkan jika kebanyakan korban di Kalbar adalah orang-orang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Jika ada yang berasal dari keluarga kaya, maka bisa dipastikan perlahan tapi pasti materi mereka akan terkuras oleh si pengguna.

"Dalam istilah sosial, menurut dinsos orang-orang yang berhak mendapatkan bantuan adalah para fakir miskin, orang cacat, terlantar, sementara pecandu tidak, padahal mereka adalah korban narkoba yang termasuk orang miskin," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved