Stop Diskriminasi Industri Minyak Sawit

Industri minyak sawit merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar kepada negara dengan nilai Rp 250 triliun setiap tahunnya.

Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Rizky Zulham
NET
Ilustrasi 

Sejumlah sikap dan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.

Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit.

Presiden mengungkapkan Indonesia paham pentingnya isu sustainability (keberlanjutan)

Oleh karena itu, berbagai kebijakan terkait sustainability telah diambil, termasuk pemberlakuan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Pernyataan Presiden Jokowi ini juga mendapat dukungan penuh Perdana Menteri Malaysia.

Permintaan Presiden Jokowi agar diskriminasi terhadap kelapa sawit yang gencar di Eropa dihentikan patut kita dukung.

Karena pandangan yang keliru terhadap industri sawit dapat mengancam masa depan industri sawit nasional sebagai salah satu industri strategis dalam perekonomian Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang saat ini tengah fokus mendorong seluruh perusahaan sawit untuk mengikuti program sertifikasi ISPO sudah benar.

Sertifikasi ISPO wajib dilakukan agar minyak sawit Indonesia dapat diterima dan memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar ekspor, dan pengelolaan perkebunan sawit Indonesia juga dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Implementasi kebijakan ini setidaknya bisa menjawab mitos yang dikampanyekan pihak asing bahwa tata kelola pembangunan perkebunan kepala sawit Indonesia tidak berkelanjutan.

Bahwa perkebunan sawit kadang masih memunculkan konflik agraria itu tak bisa dipungkiri.

Tetapi itu hanyalah riak-riak kecil yang bisa diselesaikan secara musyarawah atau melalui jalur hukum yang berlaku.

Di era reformasi sejak tahun 2000 adalah hal yang lumrah jika masyarakat menyampaikan aspirasinya termasuk dalam hal hak-hak agraria yang diyakini bagian dari kehidupannnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved