Posko Anti Kekerasan

Misteri video pemukulan terhadap dua siswa secara brutal dalam kelas yang menghebohkan publik akhirnya berhasil terungkap.

Editor: Dhita Mutiasari
Instagram
Pemukulan siswa 

Saat awal video beredar, pelaku pemukulan diduga seorang guru.

Informasi lain menyebutkan pelaku adalah orangtua siswi. Dia nekat memukul karena anaknya mengalami pelecehan seksual oleh anak yang menjadi sasaran bogem mentah.

Meski demikian, kita tetap menyayangkan terjadinya aksi kekerasan sesama teman sekelas di SMK tersebut. Ini menambah deretan panjang korban kekerasan di sekolah di Indonesia.

Mulai dari kekerasan verbal berupa bullying atau diejek dan dihina, hingga kekerasan fisik berupa tawuran, pengeroyokan hingga kekerasan oleh senior terhadap junior.

Berdasarkan data dari Center for Research on Women (ICRW) yang dikuti republika.co.id, 22 Januari 2017, sebanyak 84 persen siswa sekolah di Indonesia pernah mengalami kekerasan di sekolah, tertinggi di dunia dibandingkan kasus kekerasan di sekolah yang terjadi di negara Vietnam 79 persen, Nepal 79 persen, Kamboja 73 persen dan Pakistan 43 persen.

Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah tersebut menimbulkan rasa khawatir sekaligus prihatin bagi masyarakat.

Sebab sekolah dianggap tempat proses belajar mengajar, fokus mempelajari bidang pelajaran tertentu dan diterapkan kedisiplinan.

Sangat disayangkan bila aksi kekerasan masih tetap terjadi, apalagi sampai ada korban meninggal dunia.

Seperti dialami Kresna Wahyu Nurachmad (15), siswa SMA Taruna Nusantara pada Jumat (31/3/2017) yang meninggal setelah dianiaya sesama teman sekolah.

Untuk meminimalisir terjadinya aksi kekerasan di lingkungan sekolah, setuju dengan usulan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad tentang perlunya  sekolah membuat posko anti kekerasan.

Posko itu didirikan, antara lain, untuk pengaduan setiap tindak kekerasan yang dialami seluruh warga sekolah, bukan hanya siswa.

Hamid mengakui bahwa Kemendikbud berencana "galak" terhadap sekolah yang tidak membuka posko anti kekerasan. Salah satunya dengan ancaman memblokir layanan dapodik.

Namun, rencana itu tidak bisa dieksekusi hingga saat ini.

"Kalau blokir dapodik itu diterapkan, berapa dana BOS yang tidak keluar," tuturnya seraya menambahkan kasus pemukulan di Pontianak menjadi pelajaran supaya sekolah tergerak membuat posko anti kekerasan.

Semoga. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved