3 Fakta Mengejutkan di Perbatasan, Cop Terbang Hingga Jatah Ringgit Petugas

Tindak lanjut hasil kajian, Ombudsman menggelar penyebarluasan atau diseminasi di Hotel Mercure

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK/HENDRI CHORNELIUS
Presiden RI Jokowi saat berbincang dengan petugas Bea Cukai Entikong di PLBN Entikong terpadu, Rabu (21/12). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK –  Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat melakukan kajian permasalahan perbatasan Entikong Indonesia-Tebedu Malaysia, sejak Mei 2017.

Kajian dikhususkan mengenai praktik Cop Terbang/Cop Keliling/ Pusing dan penyalahgunaan Kartu Identitas Lintas Batas untuk Perdagangan.

Tindak lanjut hasil kajian, Ombudsman menggelar penyebarluasan atau diseminasi di Hotel Mercure, Rabu (8/11/2017). 

Setidaknya ada empat hal yang menjadi hasil kajian Ombudsman Kalbar.

1. Calo Marak

Kepala perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalbar, Agus Priyadi memaparkan berdasarkan kajian yang dilakukan, ditemukan masih maraknya praktek percaloan di PLBN Entikong dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). 

Calo maupun Biro Jasa Di PLBN Entikong dan TPI Tebedu Malaysia, dapat hilir mudik dengan bebas melalui dua perbatasan tersebut.

Bahkan ada yang memaksa agar penumpang atau WNI yang ke luar Malaysia menggunakan jasa mereka untuk melakukan pengecopan paspor. 

"Orang-orang harus membayar RM 50 untuk biaya pengurusan cop keliling oleh calo,” katanya.

Sementara untuk pengurusan cop terbang tanpa adanya pemilik dikenakan biaya RM 150-200.

"Selain itu ditemukan juga kasus cop paspor palsu. Namun sampai saat ini tindak lanjut atas cop palsu tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut," paparnya. 

2. Oknum Petugas Terima Setoran

Maraknya praktik percaloan didukung oknum petugas yang memanfaatkan situasi ini.

Layaknya simbiosis mutualisme, oknum petugas mendapat jatah dari aksi para calo.

Fakta ini menjadi jawaban tersendiri atas pertanyaan untuk masalah pertama, kenapa calo marak?

“Uang tersebut (hasil kerja calo) kemudian dibagi-bagi RM 100 untuk petugas di Tebedu, RM 30 untuk petugas di Entikong dan sisanya untuk calo," jelas Agus Priyadi. 

3. Penyalahgunaan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB)

Kepala Ombudsman Kalbar menyampaikan, terjadi penyalahgunaan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB) yang digunakan untuk perdagangan.

Cukong menggunakan KILB untuk memasukkan barang impor.

Pemilik KILB tidak ikut keluar ke Malaysia, tapi menunggu barang tersebut masuk.

Permasalahan muncul ketika barang-barang itu beredar di luar daerah. 

Padahal seharusnya hanya beredar di daerah perbatasan, Entikong dan Sekayam.

"Berdasarkan data di Bea dan Cukai, paling banyak lima komoditi impor yang menggunakan KILB adalah gula pasir, bawang merah, susu kental manis, telur ayam serta sosis," katanya. 

Beberkan Kendala Pelayanan

Kepala divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Kalbar, Achmad Samadan membenarkan masih adanya kendala-kendala yang dialami pihaknya dalam pelayanan.

"Mengenai kendala-kendala ini, kita sangat berharap pembangunan-pembangunan fasilitas di PLBN segera terwujud. Kita terus berupaya untuk memperbaiki pelayanan kita," katanya, Rabu (8/11/2017).

Kendala pertama, terkait Sumber Daya Manusia.

Kemudian mengenai fasilitas seperti perangkat BCM dan Kabel LAN untuk booth luar.

Achmad juga mengungkapkan jaringan internet yang kurang memadai, serta tidak adanya rambu-rambu petunjuk untuk keberangkatan maupun kedatangan pelintas.

Kendala lainnya, belum beroperasinya palang pintu otomatis untuk kendaraan pribadi, dan pengecekan data perlintasan yang hanya melintas di Entikong sementara selebihnya harus ke Ditsistik.

"Selain mengalami kendala-kendala ini, kita juga mengalami tantangan. Makanya masalah-masalah jadi tidak bisa diselesaikan dengan cepat," tuturnya.

Menurutnya, tantangan pelayanan yang dialami Keimigrasian sangat kompleks mulai dari jalan lintas di luar PLBN hingga imigran ilegal.

"Kita mengalami banyak tantangan, adanya jalan lintas di luar PLBN menyebabkan pelintas tanpa dokumen keimigrasian dapat lewat hingga penyeludupan manusia dan imigran ilegal," katanya.

"Kita juga mengalami tantangan mengenai TKI nonprosedural, penyalahginaan Izin Tinggal, overstay, indikasi dokumen dan perkawinan campur," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerimaan dan Pengolahan Data Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat, Purba Sadhi Dharma mengungkapkan, tidak bisa dipungkiri keberadaan PLBN memudahkan mobilisasi dan perpindahan barang antarnegara. 

Untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat di wilayah perbatasan banyak menggunakan barang dari luar karena harganya lebih terjangkau.

Mereka sering berbelanja ke wilayah Malaysia.

Pemerintah sudah mengatur batasan maksimum jumlah nilai barang yang boleh mereka bawa adalah RM 600 per bulan per orang.

“Tujuannya supaya masyarakat di perbatasan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan harga yang terjangkau," katanya.

Namun batasan jumlah nilai barang yang boleh dibawa, dirasa sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.  

Berdasarkan kajian pihaknya, rata-rata masyarakat Sanggau menghabiskan RM 506 per bulan.

"Kita rasa batas maksimum RM 600 itu masih relevan. Namun mereka meminta agar batas nilai yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dinaikkan lebih dari RM 600 orang per bulan," terangnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved