Sopir Tronton Nilai Wali Kota Pontianak Tak Berikan Solusi, Jadi Siapa yang Gagal Paham?

“Kalau sekarang ndak bisa keluar kota, bawa dalam kota jak lah, habis waktu buat antri di pelabuhan,” jelas Joko.

Penulis: Destriadi Yunas Jumasani | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Sejumlah kendaraan tronton peti kemas parkir di tepi Jalan Ahmad Yani II, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis (2/11/2017) malam. Pengemudi tronton peti kemas berharap Pemerintah Kota Pontianak memberikan solusi terkait jam masuk kendaraan kosong yang akan menuju pelabuhan Peti Kemas agar bisa melewati Jalan Ahmad Yani saat bukan jam sibuk. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Destriadi Yunas Jumasani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Aturan tronton peti kemas yang baru boleh masuk melewati Jalan Ahmad Yani, Pontianak masih menjadi  polemik diantara sopir tronton.

Seperti yang diutarakan Joko (26) pada Kamis (2/11/2017) sore, sopir yang biasa membawa tronton peti kemas 20 feet dan 40 feet yang biasanya sanggup mengambil rute ke luar kota, dengan kondisi saat ini cuma berani mengambil rute di Kota Pontianak dan Kubu Raya saja.

“Sekarang paling satu hari satu rate, dulu malas-malasnya kalau dalam kota minimal dua rate satu hari, itu dah paling malas lah kerja,” ujar Joko.

Menurut Joko, pada waktu-waktu biasa, untuk rute ke luar kota sanggup ia tempuh karena ada waktu lebih untuk beristirahat.

“Kalau sekarang ndak bisa keluar kota, bawa dalam kota jak lah, habis waktu buat antre di pelabuhan,” jelas Joko.

Joko yang biasa mengangkut Sembako, pakan ayam, snack, hingga perlengkapan rumah ini mengeluhkan regulasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Pontianak.

Ia menganggap waktu yang diberikan untuk masuk pelabuhan sangatlah sempit, karena tidak berbanding dengan jumlah kendaraan yang antre.

“Waktu sempit, untuk masuk pelabuhan bisa-bisa jam 21.30, sedangkan kalau telambat datang bisa-bisa antrinya lama, karena antri yang lama ini akhirnya mau ambil rate kedua susah,” ungkap Joko.

Joko yang saat ditemui sedang memancing ikan di parit di Jalan Mayor Alianyang sembari menunggu waktu masuk kendaraan ini mengatakan kalau pendapatannya sebagai sopir truk peti kemas paling bersih Rp 100ribu di luar untuk beli solar.

Sehingga dengan keadaan yang seperti ini yang biasanya Joko dapat membawa sekitar Rp 200ribu dalam satu hari, hanya dapat membawa setengah dari hari-hari biasa.

“Yang penting bisa buat makan satu hari pun syukur, yang penting kerjain aja lah, walau berat rasanya,” keluh Joko.

Joko pun menegaskan jika sopir-sopir tronton peti kemas saat masuk Kota Pontianak terpaksa melaju.

“Kami ngejar antrean, kita tahu resikonya tapi mau dak mau lah keadaan memaksa begini,” tutur Joko.

Sementara itu Rahmat (57) sopir tronton peti kemas lainnya pun mengamini apa yang disampaikan Joko.

Menurut Rahmat, sebenarnya sopir maunya tronton peti kemas yang tidak ada muatan bisa masuk pada pukul 09.00 hingga pukul 11.00, lalu dari pukul 13.00 hingga pukul 16.00.

"Buat yang masuk ke pelabuhan dulu jak biar dak banyak antrinya, jadi bisa berbagi waktu, pas bukan jam-jam sibuk, jam berape agak senggang ye dibuka lah nanti kalau ade yg melanggar ya konsekuen tilang yang penting dikasi kemudahan," ujar Rahmat.

Dengan aturan yang ada sekarang, Rahmat menganggap lebih banyak waktu yang terbuang percuma dalam satu hari.

Tumpukan peti kemas di Terminal Peti Kemas Dwikora, Jalan Pak Kasih, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (2/11/2017) siang. Buntut dari berubahnya jam masuk kendaraan tronton peti kemas mengakibatkan penumpukan peti kemas di terminal, karena jumlah peti kemas yang masuk dan keluar tidak sebanding.
Tumpukan peti kemas di Terminal Peti Kemas Dwikora, Jalan Pak Kasih, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (2/11/2017) siang. Buntut dari berubahnya jam masuk kendaraan tronton peti kemas mengakibatkan penumpukan peti kemas di terminal, karena jumlah peti kemas yang masuk dan keluar tidak sebanding. (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/DESTRIADI YUNAS JUMASANI)

Peti kemas yang diantar ke gudang pada malam hari tidak bisa langsung dibongkar, karena peti kemas baru dibongkar pada siang hari.

"Malam kan buruh dak ada, mau dak mau lah peti kemasnya simpan dulu di gudang, siang baru bongkar, terus titip jaga sama Satpam, ya kita kasi uang kopi lah biar mereka jaga," tutur Rahmat.

Karena peti kemas baru bisa dibongkar jika ada sopir, maka mau tidak mau sopir pun harus datang lagi ke gudang untuk menunggu selesainya bongkar muatan peti kemas oleh buruh angkut.

"Abis bongkar baru lah kita cari tempat untuk parkir berenti nunggu masuk pelabuhan, karena dak bisa kita nunggunya di gudang, mau balik depo juga dak bisa karena depo ada di dalam kota," kata Rahmat.

Mengenai antrean masuk, Rahmat juga mengeluhkan hal yang sama dengan Joko.

Rahmat menceritakan saat ini di dalam pelabuhan dibuat satu arah karena banyaknya kendaraan yang masuk agar tidak membuat macet jalan.

Bahkan sempat kejadian puluhan tronton tidak bisa masuk karena padatnya antrian.

"Biasanya hari Senin sampai Rabu itu ramai, itu masa-masa puncaknya, bahkan awal-awal kemarin sempat 170 kontainer yang masuk ke pelabuhan," ungkap Rahmat.

Iring-iringan tronton kontainer keluar masuk Kota Pontianak di Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (17/10/2017) malam. Pengendara lainnya sebaiknya berhati-hati karena banyaknya tronton kontainer yang berjalan beriringan dan berkecepatan tinggi.
Iring-iringan tronton kontainer keluar masuk Kota Pontianak di Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (17/10/2017) malam. Pengendara lainnya sebaiknya berhati-hati karena banyaknya tronton kontainer yang berjalan beriringan dan berkecepatan tinggi. (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/DESTRIADI YUNAS JUMASANI)

Antrean yang terjadi di pelabuhan peti kemas terdiri atas tiga antrian, pertama sopir harus antri masuk, kedua sopir antri scan id pengambilan kontainer untuk mengetahui dimana lokasi peti kemas yang akan diangkut, ketiga antri muat peti kemas ke mobil tronton.

"Kalau sekarang antri scan id bisa sejam, dan antri muat itu satu peti bisa setengah jam kalau mesin dak rusak, tinggal hitung jak berapa lama antrinya kalau 100 mobil," kesal Rahmat.

Rahmat menceritakan rekannya yang mendapat antrean belakangan, saat itu rekannya baru selesai muat barang ke mobil tronton pada pukul 04.30.

Rekannya yang nekat untuk berangkat itupun akhirnya lewat di Jalan Ahmad Yani pukul 05.00 yang mengakibatkan rekannya ditilang.

"Antrean tengah dan terakhir itu dah sue benar dah, bisa subuh baru muat bahkan bisa-bisa dak muat," jelas Rahmat.

Mengenai kenapa sopir tronton ngebut saat melewati Jalan Ahmad Yani, Rahmat dan rekannya yang lain sadar akan resikonya terhadap pengendara lain.

Terlebih bagi sopir yang sebagian besar BPJS nya tidak ditanggung perusahaan, harus siap menanggung sendiri resiko jika terjadi kecelakaan.

Ia menyatakan sopir tronton dulu paling laju bawa mobil di kecepatan 40 km/jam, sekarang menurutnya di dalam kota bisa mereka tempuh kecepatan hingga 70-80 km/jam.

"Kita ngebut karena kejar antrean, Wali Kota waktu di TV ada bilang sopir kontainer dak sabaran, jalannya konvoi-konvoi, nanti kalau ada apa-apa membahayakan yang lain, dasar sopir kontainer dak punye otak kata dia. Jadi sebenarnya siapa yang ndak punya otak kalau dak ada kasi solusi yang baik, dari pihak kita juga tawarkan solusi dak juga dikasi solusi padahal yang dibawa juga untuk kebutuhan masyarakat," kesal Rahmat.

Rahmat yang ditemui saat menunggu masuk kota di warung kopi dekat simpang lampu merah gerbang Kota Pontianak mempertanyakan bedanya mobil molen dengan tronton.

Saat ini mobil molen diberikan akses untuk melewati Jalan Ahmad Yani pada siang hari.

"Alasan mereka itu semen-semen kalau tidak masuk takut menghambat proyek pemerintah. Padahal yang kita bawa ini pakan ternak, Sembako untuk masyarakat, kalau itu dak keluar gimana? Kalau dak geger ini Kota Pontianak," tutup Rahmat.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved