Tolak Eksepsi Rektor IAIN Pontianak, Jaksa Tegaskan Perbuatan Hamka Rugikan Negara
“Penyerahan nota keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa dinyatakan tidak diterima atau ditolak,” ungkap JPU, Ware SH saat sidang.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Nasaruddin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Pontianak menolak eksepsi dari penasehat hukum Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Hamka Siregar saat sidang ketiga beragendakan replik di Ruang Kartika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Pontianak, Jalan Urai Bawadi, Rabu (1/11/2017) pukul 11.30 WIB.
“Penyerahan nota keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa dinyatakan tidak diterima atau ditolak,” ungkap JPU, Ware SH saat sidang.
Ware juga katakan register berkas perkara sudah diputus dengan cermat dan sesuai ketentuan Undang-Undang, serta diterima sebagai dasar di muka persidangan Tipikor Pengadilan Pontianak.
(Baca: Mobil Terbakar di Mempawah, Ternyata Ini Yang Terjadi )
“JPU meminta sidang penyelesaian perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa Hamka Siregar untuk dilanjutkan,” tegasnya.
Ia memaparkan poin-poin penolakan yang bersumber dari eksepsi sebelumnya.
JPU menolak eksepsi penasehat hukum yang mengatakan dakwaan JPU salah penerapan hukum, harus batal demi hukum dan membebaskan terdakwa.
Penasehat hukum terdakwa melontarkan eksepsi bahwa JPU tidak menjelaskan pelanggaran terdakwa secara tegas sesuai Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
(Baca: Beredar Foto Kecelakaan Bus Singkawang - Entikong di Sosok, Bagaimana Kabar Penumpangnya? )
“Terkait hal ini sudah diuraikan dan jelas, tidak bisa batal demi hukum. Penyidikan sudah sesuai dengan ketentuan berlaku dan ditunjang alat bukti kuat,” timpalnya.
JPU juga menolak eksepsi penasehat hukum terdakwa yang mengatakan dakwaan cacat formil, tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap serta tidak menguraikan kronologis peristiwa hukum sebenarnya sesuai Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP.
Sebelumnya, Penasehat hukum juga mempermasalahkan keterangan keliru dan mengada-ada pada surat dakwaan, sehingga harus batal demi hukum.
“Surat dakwaan sudah disusun secara sistematis dan mendukung syarat formal dan materiil. Kronologis sudah diuraikan rinci dan tergambar dalam komponen yang ada. Terkait salah ketik dua halaman pada surat dakwaan dan diperbaiki ketika sidang pembacaan dakwaan. Itu tidak serta merta jadikan dakwaan cacat formil,” katanya.
(Baca: Liga Champions, Larangan Aneh Diumumkan Jelang Laga Napoli vs Manchester City )
Menurut JPU, kesalahan atau keliru ketikan surat dakwaan tidak akan menghapus perbuatan yang dilakukan terdakwa. Penasehat hukum kurang memahami batal demi hukum.
JPU juga menolak eksepsi terkait dakwaan tidak dapat diterima karena pelanggaran hak-hak terdakwa yang tidak diakomodir menghadirkan saksi ahli, sehingga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik Kepolisian cacat hukum.
“Saat itu, Penyidik Polresta sudah memberi kesempatan terdakwa menyediakan saksi ahli untuk meringankan,” jelasnya.
Terkait dakwaan Error In Subject sehingga harus batal demi hukum, JPU menegaskan semua sudah dipaparkan secara jelas dan diuraikan kepada Majelis Hakim.
Termasuk identitas yang dibenarkan dan ditandatangani oleh terdakwa dalam surat dakwaan dan sesuai BAP Penyidik Kepolisian. Semua telah tertera jelas dalam surat dakwaan.
(Baca: BREAKING NEWS : Mobil Tiba-tiba Keluarkan Api Hebohkan Warga Mempawah )
“Terdakwa adalah Ketua IAIN sekaligus KPA. Terdakwa mempunyai kewenangan Pasal 8 ayat (1) jo Pasal 95 ayat (2) Perpres RI Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Perpres RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” paparnya.
(Baca: Dox & Eagle8 Hadir di Kalimantan, Solusi Kehidupan dan Infrastruktur Ramah Lingkungan )
JPU menolak eksepsi Error In Persona dan tegaskan kasus masuk dalam ranah pidana, bukan perdata.
“Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara,” tukasnya.
Hamka Siregar merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan mebeler Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa) IAIN Pontianak yang dulu bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tahun Anggaran 2012.
Berdasarkan audit resmi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalbar Tahun 2015, Hamka diduga memperkaya diri dan orang lain dengan merugikan negara sebesar Rp 522.387.000 dari total dana proyek Rp 2,09 Miliar sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
JPU mendakwa primer Hamka dengan ancaman pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi (Tipikor) jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sedangkan subsider, Ia didakwa dengan ancaman pidana Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Selain Hamka, dugaan kasus menyeret lima nama lain yakni Fahrijandi selaku Ketua Panitia, Dulhadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Richad dan Hamdani selaku pihak ketiga dan tersangka inisial HI.