Kisah Dibalik Kokohnya Solangke Semangkok Hingga Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Taman
Saat ini rumah betang Semangkok memiliki 15 bilik,satu bilik ditempati oleh empat kepala keluarga.
Penulis: Anesh Viduka | Editor: Dhita Mutiasari
"Kalau hari-hari biasa mereka tinggal di rumahnya masing-masing di dusun Sinsiung Amas, kalau pas ada acara baru balik ke biliknya masing-masing, tapi sehari-hari setiap bilik ada penghuninya," jelas Pak Ranglut.
Rumah betang ini pertama didirikan pada tahun 1914 oleh seorang tokoh masyarakat yang saat itu disebut sebagai kepala kampung yang bernama Kakek Gunung, kemudian pada tahun 1928, rumah betang ini di resmikan secara adat dayak Taman.
Dan pada tahun 1992,dari dinas provinsi Kalimantan Barat melihat bahwa rumah betang ini dengan keadaan yang sudah cukup tua maka dijadikan sebagai benda cagar budaya.
Kemudian ditunjuk seorang tetua sebagai juru pelihara, yaitu bapak Honorius Sane Suka, juru pelihara pertama rumah betang Semangkok yang merupakan ayah kandung dari pak Ranglut.
Sebagai benda cagar budaya, rumah betang Semangkok memiliki sejarah panjang di Das Mendalam, sebelum di muara sungai Semangkok, rumah betang ini awalnya berada di uncak sungai Mendalam yang namanya rumah betang Sinsiung Amas.
Nama Sinsiung Amas diambil dari nama seorang tokoh masyarakat kala itu, yaitu pendiri rumah betang pertama di das Mendalam, dan sekarang dijadikan sebagai nama dusun, yaitu dusun Sinsiung Amas, desa Datah Dian, rumah betang pertama ini didirikan sekitar tahun 1600an di uncak sungai mendalam.
Kemudian beberapa ratus tahun kemudian pindah lagi ke rumah betang kedua dengan jumlah bilik 160 bilik, yang sekarang jadi desa Datah Dian.
"Kemudian pindah kesini (Muara sungai Semangkok), tapi selama tiga kali pindah itu, tiang-tiang rumah betang itu dibawa, mungkin kita bisa melihat yang tempat ini adalah lantai pertamanya," kata pak Ranglut sambil menunjuk bekas lubang di sebuah tiang kayu ulin sebesar 60 Cm.
Bekas lubang di tiang itu merupakan bekas lantai pertama saat dirumah betang yang dulu, yaitu berjarak sekitar 10 meter dari tanah, kemudian bekas lantai rumah betang kedua berjarak sekitar 8 meter dari tanah.
"Jadi tiang rumah betang yang pertama itu pas di pindahkan di bawa pindah dijadikan tiang rumah betang semangkok,tapi tiangnya tidak setinggi yang pertama dulu, karena pas pindah tiangnya kita tebang, karena ndak mampu dicabut, Jadi tiang yang dipakai di rumah betang semangkok ini merupakan tiang rumah betang pertama yang didirikan di uncak sungai Mendalam pada tahun 19600an, dulu tingginya,menurut cerita orangtua zaman dulu,kalau kapas dijatuhkan dari lantai rumah betang itu terbangnya sampai ke seberang sungai,” jelas Ranglut.
Lanjut pak Ranglut, alasan pindah-pindah itu karena di das Mendalam ini ada suku dayak taman, kemudian di daerah sibau ada juga dayak Taman.
"Aliran Kapuas juga ada dayak Taman, jadi orang tua zaman dulu itu mempunyai keinginan menelusuri sungai mendalam agar dekat dengan suku taman yang ada di Kapuas hulu,"jelasnya.
Ditengah pesatnya kemajuan zaman, kearifan lokal masyarakat dayak Taman masih tetap terjaga, beragam upacara adat masih dilakukan, seperti upacara adat pernikahan, upacara adat untuk warga yang meninggal.
Upacara adat terbesar dayak Taman adalah upacara adat mamandung, yaitu upacara adat berupa mempersembahkan hewan kurban sebagai bentuk penghormatan anak cucunya kepada leluhur yang sudah meninggal.
"Mamandung ini untuk mengenang orang yang meninggal, kalau di Semangkok ini orang yang meninggal tidak langsung di kubur dalam tanah, peti matinya disimpan dulu di dalam Kulambo (rumah mayat), jadi pada saat keluarga itu ada kemampuan buat upacara adat, peti mati itu diturunkan (dikubur), nah pada saat diturunkan itu lah yang harus melaksanakan upacara adat mamandung,"jelas Ranglut.