Ini Penjelasan Masalah Tunjangan Yang Belum Diterima Guru Perbatasan

Tunjangan Khusus Guru Daerah Khusus pada tahun 2013, tahun 2014 hingga tahun 2015 itu murni berdasarkan keputusan Kemendikbud.

Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/TITO RAMADHANI
Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Disdikbud Sambas, Ali Usman 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Disdikbud Sambas, Ali Usman mengaku ia memang ikut serta mengurus permasalahan Tunjangan Khusus Guru Daerah Khusus yang belum diterima sebagian guru-guru yang bertugas di perbatasan.

"Saya mengurus masalah ini dari tahun 2013, kemudian tahun 2014, 2015 dan terakhir sampai tahun 2016," ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (5/9/2017).

(Baca: Inilah Peserta Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan Jalan Tahun 2017 di Sambas )

Lanjut Ali, Tunjangan Khusus Guru Daerah Khusus pada tahun 2013, tahun 2014 hingga tahun 2015 itu murni berdasarkan keputusan Kemendikbud atau Kemendiknas pada waktu itu.

"Bahwa guru yang berada dan bertugas di daerah khusus 3T, daerah terisolir, tertinggal dan terdepan (terluar), itu mendapatkan tunjangan satu kali gaji pokok dari pemerintah untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sebesar Rp 1,5 juta untuk honorer. Nah, yang menjadi permasalahan dari 2013 sampai 2016 yang pernah saya urus itu, selalu kuota yang diberikan kepada guru kita yang ada di perbatasan, tidak sesuai dengan jumlahnya," jelasnya.

Ali mencontohkan, misalnya guru kita ada 119 orang di Kecamatan Sajingan, baik itu guru honor maupun Pegawai Negeri Sipil.

"Itu yang dapat paling hanya 80-an orang atau 60-an orang. Jadi satu sekolah itu terkadang ada guru yang dapat dan ada yang tidak. Nah ini menimbulkan permasalahan baru, jadi yang tidak dapat itu akhirnya malas mengajar, yang dapat tenang-tenang saja," terangnya.

Tak hanya itu, Ali juga memaparkan permasalahan lainnya. Untuk tahun 2015 dan 2016 itu, penetapan guru penerima tunjangan daerah khusus itu berdasarkan Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal.

"Sehingga Undang-undang No 15 itu sudah tidak terpenuhi 100 persen. Artinya Kemendikbud itu berdasarkan keputusan dari Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal, mengalokasikan dana kepada daerah-daerah tersebut," paparnya.

Sehingga ada misalnya salah satu yang disebut daerah tertinggal oleh Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal itu, Desa Parit Baru, Kecamatan Salatiga.

"Itu berada di jalur sutera antara Pemangkat dan Singkawang. Sekolahnya itu ndak ada kesulitan, ada sinyal, ada listrik dan guru-gurunya enak-enak semua tapi mereka itu dapat. Kenapa, ya karena berdasarkan desa tertinggalnya. Sementara desa yang betul-betul (layak menerima), seperti di Sebubus, Sungai Tengah kemudian di Sungai Dungun, Ceremai, itu ada yang tidak dapat, karena status desanya desa maju. Termasuk di Temajuk, tapi di Temajuk itu masih ada yang dapatlah karena masih disebut desa tertinggal tadi itu, belum maju," urainya.

Kemudian di Sajingan, di sana itu menurutnya hanya dua desa yang termasuk dalam desa tertinggal dari empat desa yang ada.

"Jadi yang dua desa lainnya itu ndak masuk, sehingga tidak dapat tunjangan itu. Berdasarkan itu, dari tahun 2014 dan 2015, saya berupaya untuk membawa guru-guru yang ada di daerah perbatasan itu ke Jakarta, melalui perwakilan-perwakilan mereka. Jadi dari Paloh ada perwakilannya dua orang, dari Sajingan ada tiga orang, saya yang mendampingi ke Jakarta," jelasnya.

Tak hanya itu saja, upaya lainnya juga pernah ditempuh. Perwakilan para guru perbatasan juga pernah didampingi Bupati Sambas dan DPRD Sambas.

"Dan dua kali itu pernah didampingi oleh Komisi D DPRD Sambas, satu kali di tahun 2016 itu didampingi langsung oleh Bupati Sambas. Kami sudah mengusulkan seperti itu, menyarankan seperti itu, namun tidak ada perubahan dari keinginan mereka di sana, karena yang mengeluarkan atau menerbitkan SK (Surat Keputusan) penerima Tunjangan Khusus Guru Daerah Khusus itu adalah Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta," ujarnya.

Perkembangan selanjutnya, teknis penyaluran pada tahun 2017 ini, dana Tunjangan Khusus Guru Daerah Khusus kini dengan ditransfer ke Pemerintah Daerah.

"Jadi dari pusat itu mentransfer uangnya ke daerah, tapi yang mengeluarkan SK-nya Dirjen GTK, masih juga bermasalah dengan jumlah kuota yang sebenarnya. Kami hanya menerima uang dan membagikannya kepada guru penerima sesuai dengan SK Dirjen GTK Kemendikbud, sehingga muncul lagi masalah. Sampai hari ini banyak keluhan dari kawan-kawan, kebetulan untuk tahun 2017 ini yang mengelola atau yang menangani masalah guru ini adalah bidang ketenagaan, sehingga sejak 2017 saya tidak lagi mengurus itu. Tapi 2016 ke bawah masih saya mengurusnya. Jadi masalahnya seperti itu, 3 tahun selalu ada masalah kekurangan kuota ini," sambungnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved