Kapan Meriam Karbit Mulai Dijadikan Permainan? Ini Penjelasanya
Khamsyah Ar Rahman mengatakan meriam karbit merupakan permainan tradisional yang menjadi ciri khas budaya di tepian sungai Kapuas Kota Pontianak.
Penulis: Hamdan Darsani | Editor: Marlen Sitinjak
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Hamdan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Meriam Karbit sangat lekat dengan kebudayaan Kota Pontianak, pada malam takbiran menyambut idul fitri ratusan moncong meriam balok kayu akan saling adu dentuman berjejer menghadap Sungai Kapuas.
Sementara itu Peneliti Sejarah Kesultanan Pontianak Khamsyah Ar Rahman mengatakan meriam karbit merupakan permainan tradisional yang menjadi ciri khas budaya di tepian sungai Kapuas Kota Pontianak.
“Permainan ini menjadi napak tilas tentang kejadian meriam yang ditembakkan menggunakan meriam besi oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie untuk mengusir para lanun/perompak yang bersembunyi di tepian sungai Kapuas pada tahun 1771 hingga kemudian berdirilah Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi,” ujarnya.
Baca: Ini Filosi Permainan Meriam Karbit Jelang Hari Raya di Pontianak
Sebagai upaya untuk merawat ingatan kejadian itu, diperingatilah dengan cara memainkan meriam yg terbuat dari kayu balok yang mengeluarkan dentuman keras hingga terdengar hingga ujung kota.
Menurut Khamsyah permainan meriam karbit mulai menjadi tradisi tahunan sejak zaman Orde Baru saat menjelang akhir bulan puasa ramadan hingga lebaran yakni 1 syawal 1438 H.
“Meriam kerbet di era orde baru mulai jadi sebuah permainan. Sebelmnya jika dimasa Sultan meriam kerbet dibunyikan sebaga pengingat atau pemberitahuan waktu salat dan berbuka puasa saat ramadan,” ujarnya.
Kendati demikian pada masa Sultan Muhammad sudah menggunakan meriam sebagai pengingat dan tanda bagi masyarakat pada momen hari besar Islam seperti hari raya. Tapi diyakini pada masa sultan pertama pon meriam juga sudah ada.