REI Akui Banyak Kendala Kejar Program Sejuta Rumah

Paket Kebijakan Ekonomi ke-13 belum berjalan. Di Kabupaten Kota berjalan sesuai dengan SOP masing-masing

Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / MASKARTINI
Pelaksanaan REI Expo 2017 beberapa waktu lalu 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Maskartini

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Paket Kebijakan Ekonomi ke-13 mencakup kemudahan perizinan perumahan untuk mencapai target program sejuta rumah belum memberikan dampak signifikan.

Hal ini diakui Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Kalbar, Sukiryanto karena belum berjalannya Peraturan Pemerintah di tingkat Pemerintah Daerah (PD).

Sukir mengatakan program rumah subsidi di Kalbar sangat diminati oleh masyarakat apalagi pencari rumah pertama (first time buyer). Selain harga yang terjangkau, uang muka dan cicilan yang rendah menjadi daya tarik rumah subsidi tanpa membebani masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

Namun, di sisi lain paket kebijakan ekonomi ke-13 diakuinya belum sesuai harapan pengembang. Selain itu program rumah subsidi memiliki beberapa kekurangan yang menghambat developer. Salah satunya kata Sukir adalah proses perizinan yang dijanjikan mendapatkan kemudahan.

"Paket Kebijakan Ekonomi ke-13 belum berjalan. Di Kabupaten Kota berjalan sesuai dengan SOP masing-masing. Kendalanya ijin susah terkecuali di Kota Pontianak. Pecah sertifikat susah terkecuali di BPN Kota Pontianak. Hal ini terjadi karena tidak ada singkronisasi antara aturan yang dibuat oleh pusat dengan pemerintah daerah khususnya tingkat dua,"ujar Sukir pada Minggu, (2/3/2017).

Sukir mengatakan dalam pelaksanaan program rumah subsidi menghadapi proses perizinan dan sertifikat yang terlalu lama. "Aturan yang dibuat ditingkat dua rata rata tidak sama birokrasinya contoh SOP izin di Kota Pontianak tidak sama dengan SOP izin yang di Mempawah atau Kubu Raya,"ujarnya.

Baca: 1.700 Orang Hadiri HUT REI ke 45 di Bali

Sukir mengatakan apabila sesuai standar dengan paket kebijakan jilid-13 ini bisa terealisasi dengan kemudahan-kemudahannya maka pencapaian akan lebih besar. "Karena menurut data pada 2015, Kalbar masih memerlukan perumahan, kebutuhan masyarakat akan perumahan masih mencapai kurang lebih 90 ribu unit,"ujarnya.

Hal lain yang menjadi kendala saat ini kata Sukir adalah kriteria MBR yang dinyatakan tidak layak oleh bank. "Cuma disini yang menjadi masalah adalah kelayakan untuk mendapatkan subsidi terutama persyaratan perbankan dan daya kemampuan beli rumahnya. Karena tidak semua masyarakat yang tidak mempunyai rumah dapat KPR dari bank,"ujarnya.

Selain itu yang tak kalah penting adalah pembedaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB). "Pembedaan PBHTB tak kalah penting sehingga harus adanya perbedaan di pemerintah daerah tentang pajak PBHTB untuk rumah subsidi yang saat ini disamakan pajaknya dengan rumah komirsil yaitu 5 persen, seharusnya ada perbedaan. Padahal untuk pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat yang tidak mampu bukan tugas semata dari pemeritah pusat tetapi adalah tugas para pemerintah daerah,"ujar Sukiryanto.

Baca: Artis Seksi Ini Ajak Vicky Prasetyo Nikah di Bali! Netizen Curiga

Untuk kota, Sukiryanto mengaku Dispenda juga belum memiliki tolak ukur dalam menentukan harga. "Harapan kami agar paket ekonomi ke-13 dapat diterima oleh pemerintah daerah sehingga pelaksanaannya dapat terwujud didaerah dan program 1 juta unit rumah dapat tercapai sehingga dapat memenuhi kebutuhan bagi masarakat yang tidak mempunyai rumah khususnya masyarakat MBR,"ujar Sukiryanto.

Menurut Sukir, program sejuta unit rumah ini akan bisa tercapai dengan semua pihak terutama pemerintah daerah, BPN,PLN, dan bank yang ditunjuk oleh PUPERA. REI selaku pelakunya kata dia juga harus bergandeng tangan untuk bersama-sama menghapus tantangan yang dapat menghalangi suksesnya program sejuta unit rumah tersebut.

Mayoritas konsumen rumah subsidi diakui Sukir memang berasal dari buruh pabrik, pegawai negeri, dan golongan khusus (seperti ABRI, Polisi, dan lain-lain). Profesi lain seperti profesi informal yang tidak punya income statement harus tertunda mempunyai rumah lantaran tidak bisa dibiayai oleh perbankan dengan alasan kepastian penghasilan yang berisiko dan tak mampu membayar kredit.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved