Bantah Limbah Cemari Sumur Warga, Ini Penjelasan Pimpinan PT Wilmar
Saluran yang kita buat itu, mulai dari gudang dan bermuara langsung di sungai. Kami juga memberikan uang pemeliharaan drainase ke warga
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pimpinan Perusahaan Wilmar Industry Pontianak, Tepen Yosua Sianipar, membantah kalau sumur warga tercemar oleh limbah dari gudang mereka.
Karena menurutnya pihak perusahaan telah membuat saluran yang dibeton tebal sehingga kemungkinan kecil air merembes.
"Saluran yang kita buat itu, mulai dari gudang dan bermuara langsung di sungai. Kami juga memberikan uang pemeliharaan drainase ke warga," ucap Tepen saat mediasi dengan pihak warga, Rabu (29/3/2017).
Selain itu ia menjelaskan bahwa segala proses pengolahan limbah tidak ada di gudang. Pengolahan limbah ada di pabrik dan tersedia Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sesuai dengan regulasi dan standar baku mutu dari pemerintah dam akhir proses dibikin kolam ikan untuk memastikan kalau hasil IPAL sudah sesuai dengan standar baku mutu yanh ditentukan.
“Kita minta ke pemerintah setempat untuk memediasi masyarakat. Kalau memang masyarakat setuju, perusahaan bersedia memfasilitasi pemasangan PDAM, tapi bulanannya ditanggung masyarakat sendiri,” tutupnya.

Ia juha menuturkan bahwa warga yang menderita gatal-gatal mengambil air dari sumur yang dibuat sendiri dan di dekat sumur tersebut dikatakannya terdapat timbunan sampah.
"Bisa jadi ketika hujan turun, air sampah itu rembes dan masuk ke sumur milik warga. Setiap manuasia itu kan sensitif, kulitnya berbeda-beda dan tiap hari keasaman air rawa berbeda-beda. Gatal ini banyak penyebabnya, nanti tim DLH yang buat kesimpulan. Kita akan fasilitasi warga yang infonya terinfeksi penyakit kulit ke dokter,” jelasnya.
Ditanya mengenai sumur-sumur warga lainnya yang berada di Gang Beringin I yang berbau, katanya selama ini pihaknya sudah ingin memfasilitasi warga untuk memasang PDAM, namun ditolak warga.
“Kita masukkan PDAM tapi bulannya dari warga. Karena kita lihat warga menggunakan air rawa yang kita tidak tahu asal-usulnya. Biar warga juga hidup sehat dan mereka mengeluarkan sedikit duit untuk hidup sehat, tapi warga keberatan dengan membayar uang bulanan yang sekitar Rp 50 ribu,” katanya.

Pihaknya juga memberikan opsi lain menawarkan pemasangan saluran air dari sungai Kapuas. Tapi ia mengaku tidak terlalu yakin karena pasang laut bisa menyebabkan air asin masuk dan bisa juga menyebabkan gatal-gatal bagi warga.
Lebih dalam, Head HR PT Wilmar, Suhardi menjelaskan bahkan gudang yang berada dekat pemukiman warga itu tak memiliki proses apa pun. Gudang hanya dijadikan tempat penyimpanan material saja seperti kernel.
“Tidak ada limbah cair yang keluar dari gudang karena tidak ada proses di sana. Karena gudang hanya sebagai storage untuk bahan atau material untuk produksi, jadi sifatnya agribisnis,” ungkapnya.
“Posisi sumber air yang dibuat, berbeda dengan selokan yang kita buat. Selokan yang kita buat dari beton tebal dari dalam gudang sampai ke sungai, sehingga kemungkinan untuk rembes kecil, dan air uang hitam di parit itu adalah air gambut dan kalau dari drainase kita airnya putih karena air hujan” tegasnya.

Ia juga menerangkan bahwa gudang dan rumah warga memang berdampingan. Namun ia katakan gudang tersebut berdiri bersamaan dengan pabrik di tahun 1979, ketika itu belum ada pemukiman penduduk.