Cengkeh Jadi Komoditi Andalan Masyarakat Pulau Lemukutan

Kalau panen itu setahun sekali tapi kalau panen raya itu dua tahun sekali

Penulis: Syahroni | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / SYAHRONI
Warga Lemukutan dari kanan, Tan Rukiah, Wati, dan Jeki, sedang memisahkan antara bunga dan tangkai cengkeh. 

Dijelaskannya juga bahwa siklus panen raya terjadi dua tahun sekali karena, pas panen raya banyak dahan yang patah dan rusak karena terlalu banyak kembang cengkehnya.

Diakui Hamdani jika ia sendiri telah mengenal cengkeh sejak dari kecil, karena mulai dari kakek dan neneknya dahulu sudah bertani cengkeh.

"Cengkeh inikan satu tahun sekali, tapi pekerjaan orang-orang disini setiap harinya adalah nelayan kalau cengkeh ini kita ada tungguan setiap tahun," ucapnya.

Selain itu saat panen raya seperti ini, dengan hanya 50 batang cengkeh yang ia miliki bisa menghasilkan 2 ton cengkeh basah dan saat keringnya ia katanya sekitar 600 Kg. Karena cengkeh basah akan menyusut 70 persen ketika kering.

Zeki (38), yang juga merupakan masyarakat setempat sambil memisahkan antara bunga dan tangkai cengkeh menuturkan jika ia sudah lama melakukan aktivitas sarupa.

Walaupun diakuinya itu merupakan kegiatan musiman dan yang menjadi pekerjaan utamanya adalah nelayan.
Perempuan yang umurnya sudah hampir 1/3 abad, Tan Rukiah (71), mengaku kalau ia bergelut dengan dunia cengkeh sudah 50 tahunan.

Bahkan ia katakan dari ia masih muda sampai memiliki cucu pekerjaan itu selalu digeluti pada saat musim cengkeh.

Memang penghasilan terbesar bagi masyarakat setempat bersumber dari cengkeh.

Namun disebutkan juga oleh Rukiah, bahwa penghasilan lainnya adalag buah pala tapi tidak seperti cengkeh yang sangat menjanjikan.

Untuk cengkeh sendiri para masyarakat setempat mengaku kalau mereka membawanya ke Singkawang untuk proses transaksi jual belinya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved