Antara Paham Radikalisme dan Pancasila
Pancasila sebagai kolektivitas bekerja memisahkan demos dari non-demos, moderat dari radikal.
Ceramah penyebar kebencian dapat berlindung di balik kebebasan berpendapat dan menarik simpati massa.
Apalagi ketika kebencian tersebut menyentuh sesuatu yang memang dirasakan betul di akar rumput sebagai persoalan.
Demokrasi liberal berbasis konsensus tidak dapat mencegah penguatan politik sektarian semacam itu.
Kaum moderat tidak pernah berhasil menghadapi kaum fundamentalis karena senantiasa gagal membangun identitas kolektif ”moderat”.
Alhasil, kaum moderat sibuk membuat forum diskusi dan seminar, sementara kaum fundamentalis sudah mengorganisasi diri dalam satuan-satuan yang militan.
Pancasila
Demokrasi sebagaiteori pilihan sosial niscaya gagap menjawab perkara radikalisme.
Dia memerlukan semacam ideologi yang melampaui agregasi suara belaka.
Tanpa ideologi, demokrasi gagal mencium malapetaka dalam dirinya.
Kita menyaksikan dalam bentang sejarah betapa demokrasi justru melahirkan rezim yang mematikan rahim politiknya sendiri.
Demokrasi membutuhkan kaum Demokrat sebagai kolektivitas yang militan.
Bukan individu atomistik yang terasing satu sama lain.
Individualisme, menurut hemat saya, tidak mampu menangkal radikalisme.
Sebab, justru di balik kebebasan individu radikalisme sering mendapatkan tempat persembunyiannya.
Kolektivitas militan membutuhkan ideologi komunal-terbuka.