Kesadaran IPAL Perusahaan Masih Rendah

Satu di antara penyebab tingginya partisipasi perusahaan besar, kata Multi, karena perusahaan-perusahaan tersebut dikontrol oleh induknya di pusat.

Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Steven Greatness
ILUSTRASI 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Partisipasi perusahaan kecil melaporkan hasil uji laboratorium Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) usaha miliknya di Kota Pontianak masih rendah. Hanya perusahaan besar yang merupakan cabang perusahaan dari pusat, memiliki kesadaran lebih tinggi.

“Partisipasi para pemilik usaha untuk melaporkan IPAL mereka per tiga bulan relatif besar, terutama perusahan besar, tapi kalau perusahaan kecil harus didorong lagi,” ucap Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pontianak, Multi Junto belum lama ini.

Satu di antara penyebab tingginya partisipasi perusahaan besar, kata Multi, karena perusahaan-perusahaan tersebut dikontrol oleh induknya di pusat. Sementara untuk usaha kecil, memiliki partisipasi pelaporan yang rendah karena mahalnya biaya uji laboratorium dimana dalam sekali uji, biayanya bisa mencapai Rp 350 ribu.

Multi menjelaskan, setiap bulan para pemilik usaha wajib melakukan uji keluaran IPAL milik mereka. Kemudian per tiga bulan sekali dilaporkan ke BLH Kota Pontianak. Kewajiban memiliki IPAL dan pelaporan per tiga bulan ke BLH merupakan amanat Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran Air.

Pencemaran lingkungan lewat limbah cair merupakan masalah lingkungan utama di Kota Pontianak. Sejauh ini BLH rutin melakukan pengawasan, pengambilan sampel dan penegakan hukum. Beberapa pengusaha yang bandel juga sudah ditindak pidana ringan.

“IPAL akan dikontrol dengan diuji ke lab setiap bulan, nanti tiga bulan akan dilaporkan ke BLH, jadi kondisi airnya yang masih memenuhi mutunya, ya jalan,” katanya.

Menurut Multi, sebagian pengusaha membuat IPAL hanya semata-mata memenuhi syarat untuk mendapatkan izin pendirian tempat usaha. Namun pengelolaannya tidak berjalan. Bahkan seringkali tak jelas siapa yang mengoperasikannya.

Walaupun semua tempat usaha yang melakukan pengurusan izin usaha ke Pemerintah Kota sejak tahun 2012 pasti memiliki IPAL.

Namun, dari semua yang ada, hanya 50 persen yang sadar mengelola. Penindakan dengan tipiring jadi cara yang diambil untuk menyadarkan masyarakat.

“Lambat laun masyarakat menyadari, bukan kebutuhan untuk Pemkot secara keseluruhan, tetapi untuk kegiatan usaha dia sendiri, dia harus mengelola lingkungan dengan baik, itu intinya,” terang Multi.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved