Editorial
STOP KEKERASAN TERHADAP GURU
Kini, Adnan dan anaknya (berusia 15 tahun) sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dituntut dengan pasal 170 KUHP dengan maksimal tujuh tahun penjara.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Dunia pendidikan kembali digegerkan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh orangtua murid di salah satu sekolah di Makassar.
Oknum orangtua murid, Adnan Achmad (43) yang memukul guru SMK 2 Makassar, Muh Dahrul (52), hampir saja dikeroyok puluhan siswa pasca kejadian, Rabu (10/8/2016).
Korban yang mengalami pendarahan di bagian hidung dan kepalanya langsung dibawa ke RS Bhayangkara. Setelah divisum, korban melaporkan kasusnya ke Polsek Tamalate.
Kejadian ini mendapat perhatian besar di Makassar. Sejumlah pihak, puluhan guru se Kota Makassar, termasuk ratusan siswa SMKN 2 menggelar aksi di Polsek Tamalate, Makassar, Kamis (11/8/2016) pagi.
Mereka sengaja absen dari pelajaran untuk membela gurunya yang dikeroyok, dan menuntut polisi menindak tegas siswa dan orangtuanya yang memukul guru mereka.
BACA JUGA: Terbukti Keroyok Guru SMKN 2, Ayah dan Anak Ditahan
Kini, Adnan dan anaknya (berusia 15 tahun) sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dituntut dengan pasal 170 KUHP dengan maksimal tujuh tahun penjara.
Foto Dasrul dengan percikan darah pun mendatangkan banyak simpati dan marah pengguna media sosial. Sebagian meminta anak itu dikeluarkan segera dari sekolah.
Permasalahan bermula saat siswa tersebut tidak membuat tugas menggambar, kemudian ditegur oleh Dahrul.
Karena ditegur, siswa itu memaki dengan bahasa kasar, dan keluar ruang kelas sambil menendang pintu.
Siswa itu lalu mengadu ke orang tuanya telah dipukul gurunya. Tak lama kemudian Adnan datang ke sekolah dan memukuli Dasrul hingga mengalami luka-luka dan patah di bagian ujung hidung.
BACA JUGA: Pelajar SMKN 2 Teriaki Orangtua Murid yang Pukul Guru
Kita prihatin dengan kasus kekerasan yang melibatkan pendidik terus terjadi. Juga sangat menyayangkan kejadian ini, dimana orangtua langsung menganiaya guru tanpa mengklarifikasi kebenaran pengaduan anaknya.
Kasus guru yang dipukul orangtua murid ini pun jadi viral di media sosial. Di Twitter, Walikota Bandung Ridwan Kamil ikut merespon, "guru adalah pengganti orangtua saat di sekolah. Percayakan sepenuhnya dalam mendidik anak-anak kita."
Apa yang disampaikan Ridwal Kamil benar. Dulu, guru merupakan sosok yang sangat disegani dan dihormati layaknya kedua orangtua siswa sendiri.
Bahkan guru disebut sebagai orangtua siswa saat di sekolah. Artinya, guru adalah sosok yang bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi terhadap siswa selama siswa berada di sekolah.
Tak heran ketika siswa melakukan kesalahan di sekolah dan dihukum guru, kemudian siswa tersebut pulang ke rumah, maka siswa tersebut tidak akan mendapatkan pembelaan, bahkan justru mendapat hukuman tambahan dari orangtua aslinya.
Ironis memang, dahulu guru sangat disegani dan dihormati oleh siswa maupun orangtua siswa. Tetapi kini seperti diungkap seorang pengguna Facebook,"Dunia ini kayaknya sudah terbalik."
BACA JUGA: Mengniaya Guru Anaknya, Sang Ayah Terancam Tujuh Tahun Penjara
Rentetan kasus kekerasan terhadap guru atau yang mungkin dilakukan guru terhadap muridnya, mengutip pakar pendidikan dan pelatih guru Itje Chodidjah (Kompas, 11/8/2016) menunjukkan ada kekeliruan mendasar dalam sistem pendidikan, termasuk sistem pendidikan guru dan penghargaan orangtua terhadap guru atau sekolah.
Masalahnya, tidak semua guru mendapatkan pembekalan tentang reinforcement yang di dalamnya terdapat bagaimana cara memberikan reward dan punishment kepada siswa.
Dan sayangnya hal tersebut seakan dianggap tidak penting bagi guru. Guru hanya dibekali dengan bagaimana masuk kelas sesuai dengan jam pelajarannya, membuat instrument pendidikan, dan lain sebagainya.
Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemegang kebijakan pendidikan bangsa ini, dengan memberikan pembekalan kepada guru-guru untuk bagaimana membuat guru kembali disegani dengan tanpa melalui cara kekerasan.
Dan juga membuat masyarakat kembali faham bagaimana posisi seorang guru yang dahulu disebut "orangtua di sekolah".
Sehingga terjadi hubungan timbal balik yang baik antara guru, siswa, dan orangtua. Semoga. (*)