Cornelis Minta Pajak Perusahaan Plat Merah Masuk ke Daerah

Persoalan lain yang menjadi pemicu kecilnya PAD Kalbar adalah adanya peraturan pemerintah yang melarang ekspor tambang sebelum ada pengolahan.

Penulis: Ali Anshori | Editor: Steven Greatness
TRIBUN PONTIANAK/ALI ANSHORI
Gubernur Kalbar Cornelis dan SKPD di jajarannya saat menerima kunjungan komisi XI DPR RI di Balai Petitih, Senin (1/8/2016). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Gubernur Kalbar Cornelis, berharap pemerintah pusat bisa membagi hasil pajak yang didapat dari perusahaan plat merah yang ada di Kalbar. Hal ini bertujuan untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Kalau memang bisa bayarlah pajaknya di Kalbar. Kalaupun tidak bisa bagi hasilnya minimal masuk Kalbar. Supaya bisa mendongkrak PAD kita" kata Cornelis saat menerima kunjungan Komisi XI DPR RI di Balai Petitih, Senin (1/8/2016).

Kehadiran komisi XI tersebut dipimpin oleh wakil ketua komisi Achmad Hafizs Tohir dan sejumlah anggota lain. Hadir pula sejumlah wakil bupati kabupaten yang ada di Kalbar, dan forkopimda.

Cornelis menuturkan banyak sekali perusahaan plat merah yang ada di Kalbar. Terutama di daerah perbatasan, seperti di Border Aruk, Entikong dan Badau. Namun penerimaan pajak perusahaan tersebut langsung masuk ke pusat dan Kalbar hanya menjadi objek saja.

"Termasuk jalur trans Kalimantan itu banyak. Mulai dari Tayan-Sanggau ada ratusan miliar. Dananya masuk ke pusat, namun dicatat di kita yang masuk paling hanya untuk gaji karyawan doang yang lain bayar ke Jakarta" jelasnya.

Persoalan lain yang menjadi pemicu kecilnya PAD Kalbar adalah adanya peraturan pemerintah yang melarang ekspor tambang sebelum ada pengolahan.

"Barang tambang ada larangan. Tidak boleh eksport tambang mentah. Harus ada pengolahan. Jadi daerah tambang ini sebelum pak SBY turun pun sudah ada peraturan pemerintahnya ini juga membuat PAD berkurang" jelasnya.

Persoalan lain adalah kenaikan pajak di Pelabuhan yang mencapai 2 kali lipat dari sebelumnya. Khususnya pelabuhan yang membawa CPO.

"Kita dikomplain oleh negara lain. Karena pelabuhan CPO ini dianggap merusak lingkungan. Sehingga pajaknya dinaikan 2 kali lipat. Sebenarnya ini juga sudah saya jelaskan saat saya berkunjung ke Amsterdam. Bahwasannya yang merusak lingkungan itu pembukaan lahan. Namun itupun akan berakhir saat beberapa tahun kedepan." Jelasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved