Breaking News

Cerita Wiranto Soal Diabaikannya Inpres Soeharto yang Bisa untuk Kudeta

Berdasarkan pernyataan itu, Wiranto merasa, Soeharto ingin dirinya mempertimbangkan, bukan langsung menjalankan perintah.

Editor: Steven Greatness
via commons.wikimedia.org
Presiden Soeharto saat mengumumkan mundur dari jabatannya di Istana Merdeka, pada 21 Mei 1998. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Minggu-minggu terakhir menjelang Soeharto berhenti sebagai Presiden RI, situasi sangat menegangkan dan penuh ketidakpastian.

Dinamika di lapangan bergulir cepat. Bahkan, intelijen sehebat apa pun tidak dapat mengantisipasinya.

Tuntutan masyarakat terus meningkat tak terkejar oleh respons pemerintah yang kelihatan selalu terlambat.

Begitulah situasi Indonesia jelang jatuhnya rezim Orde Baru, 21 Mei 1998, yang digambarkan oleh Wiranto dalam bukunya, Bersaksi di Tengah Badai. Saat itu, Wiranto menjabat Menhankam/Panglima ABRI.

Dalam kondisi seperti itu, isu dan desas-desus sangat mudah berkembang, dan akhirnya sering kali diterima masyarakat sebagai kebenaran.

Akibatnya, situasi yang sudah panas menjadi makin panas. Ketegangan meningkat, dan keadaan semakin sulit dikendalikan.

Isu-isu seputar kapan Soeharto berhenti sebagai Presiden, perombakan kabinet, bahkan kudeta ABRI berkembang di tengah masyarakat pada pertengahan Mei 1998 itu.

Tap MPR dipakai

Wiranto bercerita, setelah kembali ke Tanah Air seusai kunjungan ke Mesir pada 15 Mei, Soeharto memanggil para menteri.

Momen itu dihadiri Menko Polhukam Feisal Tanjung, Mendagri R Hartono, Mensesneg Saadillah Mursjid, Menteri Kehakiman Muladi, Menteri Penerangan Alwi Dahlan, Kepala Bakin Moetojib, Jaksa Agung Soedtjono C Atmonegoro, dan Wiranto.

Dalam pertemuan itu, Soeharto meminta laporan perkembangan terakhir, terutama selama dirinya di luar negeri.

Wiranto mengatakan, saat itu ada hal yang tidak tersiar ke publik, yakni keinginan Soeharto menggunakan Tap MPR No V/1998. Pasalnya, situasi nasional memburuk.

Tap MPR itu tentang pemberian kewenangan khusus kepada presiden mandataris untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi kesinambungan pembangunan nasional.

Soeharto berencana membentuk badan baru semacam Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.

Soeharto ketika itu mengatakan, komando badan itu tidak akan dipimpin Menhankam/Panglima ABRI karena sudah banyak tugas yang harus diemban oleh Wiranto.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved