Berita Video

Masyarakat Dayak dan Madura se-Kalimantan Tolak Gafatar Kembali ke Kalbar

Kita semua sepakat bahwa setiap warga negara wajib hukumnya, tanpa terkecuali harus tetap mendukung tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Mirna Tribun

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Masyarakat dayak se-Kalimantan, melalui Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dan masyarakat Madura se-Kalimantan melalui Ikatan Keluarga Madura Rayon Kalimantan, menyampaikan pernyataan sikap terkait keberadaan Gafatar di pulau Kalimantan, di rumah adat Betang, Jl Letjend Sutoyo No 4 A, Pontianak Selatan, Selasa (2/2/2016).

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar, Yakobus Kumis menyampaikan pernyataan sikap Dewan Adat Dayak Se-Kalimantan, yang ditetapkan pada Sabtu (30/1/2016) di Banjarmasin, Kalsel

Pernyataan sikap ini ditandatangani pengurus DAD se-Kalimantan, yakni Ketua DAD Kalsel, H Difitriadi Darjat . Ketua DAD Kaltim, Edy Gunawan Areq Lung. Ketua DAD Kalteng, H Sabran Ahmad.

Perwakilan DAD Kaltara, Wiranegara Tan SIP. Ketua DAD Kalbar, Yakobus Kumis serta disahkan Presiden MADN,Cornelis MH. Sebagai upaya menjaga keamanan, ketertiban dan kedamaian di pulau Kalimantan, umumnya di Indonesia.

Yakobus mengatakan, dari hasil diskusi dan kajian-kajian, yang berdasarkan pencermatan, pengamatan tentang situasi yang berkembang seputar persoalan Gafatar, dan atas berbagai tanggapan maupun reaksi dari masyarakat se-Kalimantan.

Baik melalui media sosial, pesan singkat maupun pernyataan-pernyataan yang beredar di masyarakat, atau bahkan membaca maupun menyaksikan langsung dari beberapa media lokal dan nasional, baik cetak maupun elektronik dalam beberapa bulan terakhir, maka Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) mengambil sejumlah kesimpulan.

"Kita semua sepakat bahwa setiap warga negara wajib hukumnya, tanpa terkecuali harus tetap mendukung tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara," ungkapnya.

Lanjutnya, bahwa keragaman Suku Bangsa, Agama dan Kepercayaan, Budaya, Adat Istiadat yang ada di Indonesia, adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Realita keberagaman ini telah disadari dan dipahami oleh para pendiri Negara Republik Indonesia, sebagai kekayaan yang satu sama lain harus saling menghormati dan bekerja sama menuju satu bangsa yang kuat.

Penghormatan terhadap keberagaman dan kemajemukan ini secara filosofis telah dituangkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian setiap organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi apapun namanya, yang hidup dan berkembang di Indonesia, tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945

"Bahwa Gafatar adalah sebuah ormas, yang dilarang dan telah dibubarkan, karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta memiliki ajaran dan rencana-rencana yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara," tegasnya.

Dari berbagai dokumen yang ditemukan, menurutnya jelas-jelas Gafatar adalah sebuah organisasi yang akan menyiapkan diri membentuk negara baru. Untuk mencapai tujuan tersebut Gafatar akan melakukan beberapa langkah, yakni Sirron atau sembunyi-sembunyi, kemudian Jahron atau terang-terangan, dan langkah ketiga Hijrah atau berpindah, dan dilanjutkan dengan langkah keempat yakni Perang, serta langkah kelima Futuh atau kemenangan, lalu membentuk negara yang dicita-citakannya, yang mereka sebut "Madinah Munawwaraj “

"Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pengurus Dewan Adat Dayak Se-Kalimantan, menyatakan sikap, menolak kehadiran organisasi Gafatar beserta eks Gafatar di bumi Kalimantan," ujarnya.

Kedua, mendukung kebijakan Gubernur Kalbar, Drs Cornelis MH, yang juga selaku Presiden Majelis Adat Dayak Nasional, yang secara tegas menolak kehadiran Gafatar dan eks anggota Gafatar, dengan mengembalikannya ke daerah mereka masing-masing. Karena jelas-jelas telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Kependudukan.

"Menolak secara tegas, kehadiran kembali anggota atau eks anggota Gafatar di pulau Kalimantan, dalam bentuk apapun, karena jelas-jelas Gafatar adalah organisasi terlarang," tegasnya.

Meskipun telah dibubarkan, menurut Yakobus hingga kini orang-perorang atau kelompok Gafatar masih terus hidup dan berkembang, yang dikhawatirkan akan menjadi bom waktu, yang dapat memicu konflik hingga kerusuhan di pulau Kalimantan.

"Kami siap mengawal setiap kebijakan Gubemur Kalbar, Drs Cornelis MH, yang juga selaku Presiden Majelis Adat Dayak Nasional, dan siap melakukan pengawalan terhadap gugatan eks Gafatar ataupun ancaman dari pihak manapun," jelasnya.

MADN mengimbau kepada seluruh masyarakat Dayak se-Kalimantan, untuk ikut melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap anggota maupun eks anggota Gafatar yang masih ada di daerah, untuk sesegera mungkin dievakuasi dan dipulangkan ke daerahnya masing-masing. Serta tetap terus memantau lingkungan masing-masing terhadap semua gerakan Gafatar dan eks Gafatar.

"Kemudian meminta kepada Pemerintah Pusat, pihak kepolisian dan TNI untuk segera mengusut tuntas otak-otak dibalik eksodusnya anggota dan eks anggota Gafatar ke Kalimantan, serta meminta ditegakkannya hukum terhadap ormas yang menganut paham radikalisme ataupun ormas yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan perundangan yang berlaku di wilayah NKRI," urainya

MADN mengajak seluruh masyarakat lintas etnis dan agama, yang berada di pulau Kalimantan, untuk bersatu padu bergandengan tangan, melakukan tindakan pencegahan terhadap setiap upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab, dan berbau radikalisme, ataupun ormas terlarang yang ingin memecah persatuan dan kesatuan di pulau Kalimantan.

"Laporkan setiap gerakan yang mencurigakan kepada aparat berwajib, baik Polri, TNI maupun kepada pemerintah provinsi Se-Kalimantan," katanya.

Seluruh masyarakat adat dayak melalui DAD se-Kalimantan menolak kehadiran organisasi Gafatar. Begitupula dengan adanya rencana Menteri Sosial dan Menteri Transmigrasi yang akan mentransmigrasikan warga eks Gafatar ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, menurutnya warga di pulau Kalimantan secara tegas tetap menolak.

"Pernyataan sikap ini akan disampaikan ke Polda Kalbar, DPRD Kalbar, Kodam XII/ Tanjungpura, DPR RI, MPR RI, seluruh Menteri terkait, bahkan akan disampaikan langsung kepada Presiden RI," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama H Sunandar, Ketua Ikatan Keluarga Madura Rayon Kalimantan juga menuturkan, atas nama keluarga Madura Kalbar dan Nasional, pihaknya merasa malu karena gerakan Gafatar yang menyesatkan ini, muncul dan mengatasnamakan dari Islam.

“Ini jelas sudah menginjak-injak Islam, karena aliran mereka ini sesat dan mencoba untuk mengubah ajaran Islam, dengan menggabungkan semua agama. Tentu jika dibiarkan, efek dari pada gerakan ini akan lebih parah,” terangnya.

Sunandar menegaskan, pihaknya sangat mendukung sikap yang diambil Gubernur, dan mengharapkan pemerintah pusat, TNI, Polri untuk mengambil tindakan tegas. Agar jangan sampai masyarakat marah, yang bisa menambah resah jika ada pemulangan warga Gafatar lagi ke Kalimantan.

“Kalau kami pemerintah Kalbar dan semua suku dan semua unsur, tetap dengan tegas menolak yang namanya Gafatar. Kami menyarankan, agar seluruh Kalimantan menyampaikan pernyataan sikap,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved