Ini Rahasia Menguasai 30 Bahasa dengan Mudah

Apabila Anda mengetahui cara kerja otak, Anda akan memahami bahwa mempelajari bahasa bagi sebagian orang ialah sesuatu yang sulit.

Editor: Mirna Tribun
Getty Images
Ilustrasi 

Menurut hipotesa masa kritis, manusia punya waktu sejenak semasa kanak-kanak untuk mempelajari bahasa baru. Jika masa itu telanjur lewat, sejumlah pakar syaraf menilai akan sulit bagi sebagian orang untuk bisa belajar bahasa baru dan menguasainya dengan lancar.

Akan tetapi, sebagaimana ditemukan Bialystok dalam kajiannya, penilaian itu terlalu dibesar-besarkan. Dia menunjukkan bahwa hanya ada sedikit penurunan kemampuan untuk mempelajari bahasa baru selagi manusia bertambah tua.

Saya melihat sendiri buktinya ketika menjumpai kaum hyperglot di Berlin. Banyak di antara mereka menguasai bahasa-bahasa lain saat dewasa, bukan saat kanak-kanak.

Keeley, misalnya, besar di Florida, Amerika Serikat, sehingga terpapar bahasa Spanyol ketika bersekolah. Saat masih bocah, dia biasa memutar siaran radio dalam bahasa asing, meski tidak memahami sepatah kata pun. “Seperti musik bagi saya,” kata Keeley.

Namun, Keeley baru belajar bahasa asing sewaktu bepergian ke berbagai negara saat sudah dewasa. Kunjungan pertamanya ialah Kolombia. Di sana dia belajar bahasa Prancis, Jerman, dan Portugis.

Dia kemudian pindah ke Swiss dan Eropa Timur sebelum bertolak ke Jepang. Keeley kini menguasai sedikitnya 20 bahasa dengan lancar. “Hipotesa masa kritis adalah omong kosong,” ujarnya.

Kaum polyglot cenderung mudah meniru bahasa asing.

Nah, pertanyaannya sekarang, bagaimana para hyperglot dapat menguasai begitu banyak bahasa? Dan bisakah kita mencoba meniru mereka?

Jawaban singkat dari pertanyaan itu adalah motivasi. Seperti Keeley, sebagian besar insan hyperglot sangat termotivasi untuk mempelajari bahasa baru. Mereka gemar melancong dari satu negara ke negara lain sembari belajar bahasa setempat.

Namun, sekalipun berbekal motivasi besar, orang awam nyatanya kesulitan berbincang dalam bahasa asing secara meyakinkan. Keeley, yang kini menulis buku bertema ‘faktor sosial, psikologi, dan faktor menunjang lainnya untuk menjadi orang yang berbicara multi-bahasa’, skeptis bahwa kadar intelektualitas menentukan.

“Saya pikir itu bukan faktor utama, meskipun akan mempercepat jika memiliki kemampuan analitis,” ujarnya.

Bunglon budaya

Alih-alih intelektualitas, Keeley menyarankan agar kita melihat ke dalam kepribadian masing-masing. Dia menilai mempelajari bahasa baru menyebabkan manusia menciptakan kepribadian baru. “Anda menjadi seperti bunglon,” katanya.

Seperti yang telah disuarakan para ahli psikologi, bahasa yang kita ucapkan lekat kaitannya dengan identitas. Pendapat yang mengatakan berbahasa Prancis membuat Anda romantis dan berbahasa Italia membuat Anda bersemangat, memang klise.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved