Sultan Hamid II, Perancang Garuda Pancasila yang Dilupakan

Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu)

Editor: Arief
BBC INDONESIA
Sultan Hamid II (kanan) bersama Presiden Soekarno dalam sebuah acara menjelang Konferensi Meja Bundar 1949. 

Sultan Hamid II (kiri), berfoto bersama istrinya asal Belanda, merupakan Raja Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat.

Menurutnya, peradilan tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid dalam kasus itu.

"Dia didakwa telah bersalah oleh opini dan statement media massa yang memberitakan tentang kasus ini... peradilan di Indonesia kala itu sangat dipengaruhi oleh faktor politik," jelas Anshari.

Menemukan sketsa asli

Alumni Universitas Indonesia lainnya, Turiman Fachturrahman -juga melalui tesis masternya. menemukan bukti-bukti otentik yang menguatkan peran penting Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.

Selama empat tahun, Turiman mengaku melakukan penelitian dengan menemui sejumlah pihak.

Sketsa awal rancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II.

"Dan saya menemukan sketsa-sketsa dokumen (perancangan logo burung Garuda) yang diberikan Sultan Hamid kepada Mas Agung," ungkap Turiman kepada BBC Indonesia, Selasa (02/06).

Salah-satunya adalah sketsa rancangan lambang negara karya Sultan Hamid dan Muhammad Yamin, katanya.

Berdasarkan hasil liputan aktivis pers mahasiswa Nur Iskandar dalam tabloid Mimbar Untan, Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman kemudian berhasil menemukan naskah asli rancangan lambang negara karya Sultan Hamid.

"Kami menelusuri lagi ke keluarga Kadriyah, dan kebetulan didapatkan naskah aslinya," kata Turiman.

Korban 'kampanye hitam'

Hasil penelitian Anshari dan Turiman ini kemudian diterbitkan dalam buku 'Sultan Hamid II, sang perancang lambang negara' pada pertengahan 2013 lalu.

"Buku ini salah-satu langkah awal publikasi sehingga nama Sultan hamid II tidak perlu harus ditutup atau samar-samar dalam parade sejarah Indonesia," demikian prolog buku tersebut.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved