Dr Erdi: Jangan Hantui Petani Karena Karhutla

"Kehadiran mereka saya harapkan dapat menjadi guru yang dapat membantu petani dalam menyelesaikan masalah mereka," ujarnya.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Ishak
ISTIMEWA
Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Dr Erdi yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Wakil Rektor Untan 

Dr Erdi : Jangan Hantui Petani Karena Karhutla

PONTIANAK - Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Dr Erdi yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Wakil Rektor Untan Bidang Kerjasama menanggapi terkait diserahkannya sebanyak .1512 pasukan satuan gabungan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk pencegahan Karhutla di Kalbar.

Dr Erdi mengatakan sejak tahun 2014, ia sudah konsen pada musibah karhutla di saat kemarau dan bantingsor di saat penghujan.

Di Kalbar sendiri ada dua jenis fenomena alam yang telah ditetapkan sebagai bentuk bencana daerah melalui Perda No 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Tak cukup dengan itu, Peraturan Gubernur pun telah banyak dikeluarkan untuk menaggulangi kebakaran hutan dan lahan; diantaranya adalah No. 403/BPBD/2016 tentang Pembentukan Komando Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat; juga ada Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 402/BPBD/2016 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2016.

Baca: Kapolda Sebut Kondisi Geografis Kalbar Luas, Rawan Disalahgunakan Hingga Karhutla

Baca: Polres Sekadau Apel Gelar Pasukan Operasi Bina Karuna Kapuas 2019, Kapolres Ajak Cegah Karhutla

Ia mengatakan makna dari perda dan pergub tersebut adalah semua komponen mesti siaga dan harus siap menghadapi dua kekuatan alam ekstrim ini.

Ketika bencana Bantingsor di musim penghujan, tidak terlalu berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan hanya bersifat lokalitas; tetapi ketika musim kemarau dengan adanya bencana kebakaran hutan dan lahan, maka dampak kabut asap menjadi meluas dan bahkan hingga ke luar negeri.

Lanjutnya mengatakan Dana pemerintah pun banyak mengucur untuk menangani bencana kebakaran hutan dan lahan pada beberapa provinsi diantaranya Riau, Kalbar, Kalteng.

"Dalam catatan BNPB, setidaknya terdapat 15 dari 34 provinsi di Indonesia adalah provinsi penyumbang kabut asap ketika musim kemarau tiba. Kelima-belas provinsi itu adalah NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Babel, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kaltara dan Kalteng. Dari 15 provinsi itu, baru tiga provinsi yang memiliki Perda larangan membakar, yakni Riau, Kalbar dan Kalteng," ujarnya.

Jadi, pemda Kalbar sudah sangat maju dan telah mengantisipasi bencana itu yang akan terjadi setiap tahun sehingga membuat Perda dan Pergub terkait kebakaran hutan dan lahan.

Baca: Kapolres Sintang Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Bina Karuna Kapuas 2019, Siap Cegah Karhutla

Baca: Pimpin Apel Gelar Pasukan, Kapolres: Kita Siap Cegah Karhutla di Sintang

Kebakaran yang telah terjadi pada lahan hutan, pertanian dan perkebunan membutuhkan biaya pengendalian yang tidak kecil.

Dilihat dari kelas rawan bencana, terdapat 7 wilayah di Kalbar yang tergolong tinggi, yakni Kubu Raya, Kota Pontianak, Sambas, Landak, Bengkayang, Sanggau, dan Mempawah; sisanya, 7 daerah lainnya tergolong sedang (BNPB, 2013).

Setiap tahun pemerintah pun mengalokasikan dana kebencanaan ini dan membaginya ke dalam 4 peruntukan, yakni pencegahan dan mitigasi (situasi tidak terjadi bencana), kesiap-siagaan (situasi terdapat potensi bencana), tanggap darurat (situasi pada saat terjadi bencana) dan pemulihan (situasi terjadi bencana).

"Dilihat dari sisi ini, maka pembentukan satgab dan satgas dapat dimasukkan ke dalam tindakan pencegahan dan mitigasi sehingga menurut saya sudah tepat karena sesuai pos peruntukannya,"ungkapnya.

Menurutnya membakar bukanlah budaya petani, tetapi pilihan cerdas yang diambil petani sebagai bagian dari strategi mengurangi ongkos produksi (production cost reduces). Strategi itu dilakukan dan dipilih petani disebabkan pemerintah belum memberi perlindungan sepenuhnya kepada petani.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved