Sambas Masuki Usia 388, Mahasiswa Minta Tingkatkan Layanan Pelayanan Publik
Memasuki usia 388 Tahun, dan tepat 20 tahun pemindahan ibukota Sambas dari ibu kota lama yang ada di Singkawang.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Madrosid
Sambas Masuki Usia 388, Mahasiswa Minta Tingkatkan Layanan Pelayanan Publik
SAMBAS - Memasuki usia 388 Tahun, dan tepat 20 tahun pemindahan ibukota Sambas dari ibu kota lama yang ada di Singkawang.
Ternyata menyimpan segudang harapan bagi kalangan Mahasiswa di Kabupaten Sambas. Pahmi Ardi mahasiswa Politik Negeri Sambas mengatakan, di usia 388 tahun banyak hal yang harus dilakukan untuk Sambas.
"Sambas sudah memasuki usia 388 Tahun itu bukan lah sebuah usia yang muda. Oleh karenanya dalam penerapannya (Pemerintah) Sambas juga harus bisa merepresentasikan antara umur dan kemajuan sambas saat ini," ungkapnya, Senin (15/7/2019).
Menurut Pahmi, jika Berbicara tentang kemajuan Sambas pada usia 388 tahun, kita bisa melihat dari beberapa aspek. Diantaranya adalah aspek pelayanan publik.
"Kenapa pelayanan publik karena pelayanan publik berkaitan dengan kepuasan dan kenyamanan masyarakat dalam pengelolaan anggaran rakyat oleh pemerintah," jelasnya.
"Saat ini saya pikir masih banyak hal yang harus di perbaiki dan di koreksi oleh pemerintah Sambas. Tak selaras dengan umur yang sudah 388 tahun namun masih banyak masyarakat yang mengeluhkan pada persoalan pelayanan publik. Terutama adalah pada akuntabilitas pelayanan publik pemerintah daerah," tegasnya.
Baca: Lima Korban Termasuk Kapten Kapal Yang Selamat Saat Dievakuasi Berada Diatas Tongkang
Baca: Berikut Nama-nama Pemenang Event FTRC Indonesia Challenge 2019
Baca: Puluhan Pasutri Ikut Pelayanan Pencatatan Perkawinan Kolektif, Adriansyah: Sudah 4 Kali Digelar
Menurutnya, Hal itu bisa dilihat dengan belum transparannya Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan keuangan.
"Karenanya banyak di antara rekan-rekan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dan kajian berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah justru malah sulit sekali untuk mendapatkan datanya," tutur Pahmi.
Jika di telisik lebih jauh, Pahmi menuturkan Hal ini tentu sangat bertentanga dengan UU. No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dimana pada penjelasan, dalam pasal 2 dalam UU tersebut bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh. Setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, dan cara yang sederhana.
"Kemudian di pasal berikutnya yaitu pasal 4 juga di jelaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik berdasrkan UU No. 14 Tahun 2008 dan juga berhak mendapatkan salinan informasi tersebut," katanya.
"Di pasal berikutnya pasal 7 bahwa pemerintah wajib menyediakan, memberikan dan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang di kecualikan sesuai dengan ketentuan. Dan di jelaskan pada pasal berikutnya yaitu pada pasal 9 bahwa informasi yang wajib di sebarkan dan di umumkan salah satunya adalah laporan keuangan," tegas Pahmi.
Akan tetapi, kenyataan justru sebaliknya. Pahmi mengatakan saat ini mahasiswa justru sulit untuk mengakses dan mendapatkan informasi terkait dengan hal itu.
"Namun bisa kita saksikan hari ini bagi beberap teman mahasiswa untuk meminta laporan keuangan kepada pemerintah daerah begitu sulit, di sisi lain mahaasiswa juga harus di tuntut untuk melakikan tri dharma perguruan tinggi. Dan harus melalui tahapan yang panjang, bahkan sulit untuk mendapatkan salinan dari informasi tersebut," ungkap Pahmi.