Agar Membuat Perda Tidak Mandul, Ini Saran Pengamat FISIP Untan
Oleh karena itu, tujuan perda bukan untuk menambah beban masyarakat, melainkan memperjelas regulasi pusat agar dapat dilaksanakan di daerah.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Jamadin
Agar Membuat Perda Tidak Mandul, Ini Saran Pengamat FISIP Untan
PONTIANAK - Akademisi FISIP Untan dan Staf Ahli Rektor Bidang Kerjasama, Dr. Erdi, M.Si berharap perda yang dibuat DPRD Kalbar tidak mandul.
Berikut analisanya.
Apakah sebagian Perda yang dibuat oleh DPRD Kalbar telah telat isu?
Pertama, saya harus tegaskan bahwa soal telat tidaknya sebuah isu perda bukanlah perkara penting. Mengapa? Untuk membuat sebuah Perda, DPRD Provinsi membutuhkan waktu paling tidak satu tahun setelah regulasi pusat itu diundangkan atau diberlakukan.
Kedua, untuk menjadikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) sebagai produk hukum daerah dibuat dengan cara menindak-lanjuti regulasi pusat itu.
Tujuannya bukan untuk menambah beban rakyat dan tidak juga untuk menambah rumit penyelenggaraan sebuah urusan; melainkan untuk mendetilkan urusan itu agar sesuai dengan kondisi daerah.
Oleh karena itu, tujuan perda bukan untuk menambah beban masyarakat, melainkan memperjelas regulasi pusat agar dapat dilaksanakan di daerah.
Ketiga, untuk melahirkan sebuah Perda, DPRD membutuhkan analisis mendalam dengan cara menelisik regulasi pusat itu untuk dikondisikan dengan kebutuhan daerah.
Baca: Sektor Bela Diri, Kalbar Masih Andalkan Tarung Derajat di PON Mendatang
Baca: Targetkan Rumah Sakit Baru di Sanggau Beroperasi Tahun 2020
Regulasi pusat itu biasanya bersifat umum dan mesti didetilkan (dalam bentuk Perda) agar dapat menjadi payung hukum daerah. Untuk itu, DPRD membutuhkan akademisi untuk ditempatkan pada Badan Musyawarah (Bamus) menjadi “analisis konten” regulasi agar dapat mengusukan renperda.
Contohnya adalah Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Raperda tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Daeah. Mestilah ada kata daaerah di ujung nama perda karena pusat sudah memiliki regulasi tentang itu.
Keempat, semakin ke bawah, akan semakin panjang dan menukik regulasi daerah itu sehingga membutuhkan waktu analisis yang juga lebih panjang. Maka dari itu, kita tidak bisa mengatakan isu Perda itu sudah basi lantaran rentang waktu antara regulasi pusat dengan Perda terlalu lama.
Kinerja Dewan salah satunya dinilai dari jumlah Perda yang dibuat.
Ketika mencermati keempat alasan di atas; menyusun sebuah perda, baik usulan eksekutif maupun inisiasi dewan ternyata tidak mudah dan juga tidak bisa cepat karena mesti dilengkapi dengan naskah akademik yang harus melibatkan akademisi berkompeten.
Sampai dengan hari ini, salah satu ukuran kinerja dewan dalam fungsi legislasi adalah jumlah perda yang dihasilkan dalam satu periode.
Dewan dalam satu tahun menentukan jumlah dan substansi reperda yang akan diusahakan menjadi perda, lalu berupaya mencapai rencana legislasi itu. Di sisi lain, kondisi obyektif yang harus dihadapi oleh DPRD adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sangat garang , tegas dan tidak kompromi.