Polemik PR Bagi Dunia Pendidikan, Bagaimana Tanggapan Gubernur Kalbar
Beragama warna dunia pendidikan di Indonesia kian terus dipantau oleh pemerintah. Banyak yang menyadari bahwa dunia pendidikan kini
Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Madrosid
Polemik PR Bagi Dunia Pendidikan, Bagaimana Tanggapan Gubernur Kalbar
PONTIANAK - Beragama warna dunia pendidikan di Indonesia kian terus dipantau oleh pemerintah. Banyak yang menyadari bahwa dunia pendidikan kini semakin tertinggal karena berbagai rintangan dan hambatan yang menginspirasi beberapa daerah di pedalaman.
Tidak lepas dari itu saja, bagi setiap siswa di perkotaan kini banyak di prioritaskan dengan banyaknya kegiatan ekstra kulikuler. Hal ini banyak menjadikan mereka jenuh dan gelisah setiap kali disuruh belajar di rumah oleh orangtuanya.
Setelah belajar dengan waktu satu Minggu full, ditambah tugas pekerjaan rumah (PR) serta tugas dari kegiatan ekstra kulikuler diluar sekolah.
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji dulu pernah melarang guru untuk memberikan PR. Hal itu diketahui saat ia masih menjabat sebagai Walikota Pontianak.
Baca: Heboh, Ditemukan Dua Jenis Narkoba Tak Bertuan di Bandara Supadio
Baca: Mau Nonton Film di Malam Minggu, Ini Daftar Film yang Diputar di Bioskop Pontianak
Baca: Ketua Forum Pemuda Melayu Mempawah Imbau Masyarakat Tidak Terprovokasi Jelang Sidang PHPU
Aksinya yang melawan arus dunia pendidikan itu bukan karena tanpa alasan. Seperti dilansir oleh Tribun Pontianak, Mantan Walikota Pontianak itupun melarang guru untuk memberikan beban pe-er kepada murid-muridnya.
Walupun terkadang pe-er bisa menjadi ajang menyontek massal di pagi hari. Ah, pe-er memang jadi polemik tersendiri bagi anak sekolahan.
Tapi bila larangan mantan walikota Pontianak ini benar dilakukan, tentu akan jadi alternatif baru untuk metode pendidikan saat ini ya.
Berikut Alasan Mantan Walikota Pontianak Sutarmidji melarang gurunya memberikan Pe-er, simak yuk!
Menurut Pak Sutarmidji, pe-er akan menyita waktu siswa bersama keluarganya. Guru yang memberikan banyak pe-er kepada siswa bisa dibilang malas atau kurang bijak metode mengajarnya.
Bila dalam satu hari ada 2 pe-er yang harus dikerjakan, minimal waktu yang dibutuhkan adalah 1,5 jam. Padahal di rumah, siswa perlu bersosialiasi dan bermain dengan teman sebaya. Siswa juga perlu menghabiskan waktu dengan keluarga.
Pak mantan Walikota tersebut tidak mau waktu siswa dihabiskan untuk mengerjakan pe-er saja sehingga kehilangan kesempatan untuk hal-hal lainnya.
Jika tidak ada pe-er tentu waktu luang akan lebih banyak. Alasan tersebut tentu ada benarnya. Seperti kita dahulu, anak sekolah biasanya mengerjakan pe-er malam hari.
Padahal malam hari bisa menjadi waktu yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga, seperti makan atau nonton film bersama.
Karena siang hari anak harus sekolah dan orang tua harus bekerja. Lalu sore hari bisa menjadi waktu yang tepat bagi anak-anak untuk bermain dengan teman-temannya.