Pakar Hukum Menilai UU Terorisme Tidak Tepat Dikenakan Kepada Pembuat Hoaks
Beberapa waktu lalu, sempat menjadi polemik dimana Menkopolhukan, Wiranto mengatakan bahwa penebar berita bohong
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Madrosid
Pakar Hukum Menilai UU Terorisme Tidak Tepat Dikenakan Kepada Pembuat Hoaks
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Beberapa waktu lalu, sempat menjadi polemik dimana Menkopolhukan, Wiranto mengatakan bahwa penebar berita bohong atau hoaks bisa dijerat dengan undang-undang terorisme.
Terkait itu, seorang pakar hukum asal Pontianak, yang saat ini aktif mengajar di Fakultas Hukum Tarumanegara Jakatra, dan juga seorang lawyer, Hery Firmansyah angkat bicara.
Hery menilai, pernyataan Wiranto agak kurang tepat dan jauh jika seorang penebar berita bohong atau hoax dijerat dengan Undang-undang terorisme.
"Sebagai lex specialis (hukum bersifat khusus_red) agak kurang tepat dan jauh mencantolkan hoax ke Undang-undang terorisme," ujarnya saat dihubungi Tribun, Kamis (28/3/2019).
Baca: VIDEO: Musrenbang RKPD Kabupaten Sanggau Yang Dihadiri Gubernur Sutarmidji
Baca: VIDEO: Penyerahan Bantuan Biaya Pendidikan Gratis, KUR dan Bantuan Dana Bergulir Gubernur Kalbar
Baca: FOTO: Sejumlah Pengendara Langgar Larangan Rambu Putar Balik Arah di Jalan Sultan Abdurrahman
Hery menjelaskan, bahwa menurutnya terorisme memiliki konteks berbeda dengan berita bohong atau hoax, terorisme menimbulkan rasa takut secara meluas, kata dia.
"Dalam hal terorisme menimbulkan rasa takut secara meluas tentunya berbeda konteks dengan berita bohong atau hoax," ujarnya.
Oleh sebab itu kata dia, hoax akan lebih dekat dikenakan dengan ketentuan dalam UU nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong atau mensiarkan berita yang tidak lengkap yang menimbulkan persoalan dimasyarakat.
Maksud dari Hery adalah pasal 14 ayat 1 dan 2 dimana disitu tertulis sebagai berikut:
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi III, DPR RI, Erma Suryani Ranik juga tidak sependapat dengan pernyataan Menkopolhukam, menurutnya konstruksi hukumnya jauh berbeda.
"Berita hoax sulitlah masuk dalam undang-undang terorisme, beda lah itu, konstruksi hukumnya beda, unsurnya beda," ujarnya usai melakukan kunjungan kerja di Kalbar bertepat di Mapolda Kalbar, Rabu (28/3/2019).
Erma menilai apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam kurang tepat.
"Saya rasa pak Wiranto kurang tepat menyampaikan bahwa berita hoax masuk dalam terorisme, gak lah itu," pungkasnya.