Nilai Jual Obyek Pajak Dibawah Nilai Pasar, Ini Saran Sutarmidji
Untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kalbar, NJOP daerah tingkat II Kabupaten dan Kota harus dievaluasi
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Tri Pandito Wibowo
Nilai Jual Obyek Pajak Dibawah Nilai Pasar, Ini Saran Sutarmidji
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmidji menilai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) saat ini lebih rendah dari nilai jual pasar. Berdasarkan pantauannya, NJOP terkadang hanya berkisar seperenam dari nilai pasar.
Untuk itu, ia menyarankan NJP harus didekatkan dengan nilai jual pasar seperti perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kalbar, NJOP daerah tingkat II Kabupaten dan Kota harus dievaluasi. NJOP harus didekatkan nilai jual pasar. Lalu, tarif PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) diturunkan,” ungkapnya saat Rapat Koordinasi (Rakoor) Program Pencegahan Korupsi Provinsi Kalbar di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Jalan Ahmad Yani 1, Kota Pontianak, Kamis (21/2/2019).
Baca: Panen Cabai Poktan Flamboyan Di Menyabo, Ini Pesan Bupati Paolus Hadi
Baca: Sutarmidji akan Berikan Bantuan pada Korban Longsor di Bengkayang, Ini Angkanya
Baca: BREAKING NEWS - Karolin Ajukan Pemecatan Wakil Bupati Kubu Raya Sujiwo dari PDIP
Selain untuk mengoptimalkan PAD, NJOP harus mendekati nilai pasar untuk mencegahan transaksi jual yang nantinya dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok.
“Jadi, itu agar sesuai aturan. Para pembeli dan penjual ndak dibohongi lagi oleh para oknum,” terangnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu menambahkan dirinya optimis kenaikan PAD jika NJOP dan BPHTP diterapkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar. Bahkan dirinya memprediksi kenaikan sebesar 30-35 persen.
“Kalau itu diterapkan, negara tidak akan dirugikan oleh pajak. BPHTB akan meningkat,” imbuhnya.
Tidak hanya evaluasi NJOP dan BPHTB, Midji juga menyarankan perbaikan dan inventarisasi aset-aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar. Ia tidak ingin aset-aset Pemprov Kalbar dinikmati oleh segelintir oknum yang merugikan masyarakat.
“Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya temuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tukasnya.