Linkar Borneo Nilai Peranan Buruh Sangat Besar Terhadap Perusahaan Sawit

Direktur Link-Ar Borneo, Agus Sutomo menilai seluruh produk atau barang-barang yang digunakan, dinikmati dan dibanggakan oleh seluruh masyarakat

Penulis: Try Juliansyah | Editor: Madrosid
ISTIMEWA
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunpontianak, Try Juliansyah

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Link-Ar Borneo, Agus Sutomo menilai seluruh produk atau barang-barang yang digunakan, dinikmati dan dibanggakan oleh seluruh masyarakat di seluruh negeri.

Termasuk Indonesia, merupakan hasil kerja atau produksi buruh, terutama buruh perkebunan, tambang, jasa, transportasi maupun manufaktur.

Kaum buruh juga dinilai olehnya memberikan kekayaan yang berlipat pada pengusaha dan penguasa.

"Dengan manfaat yang begitu besar, Pertanyaanya bagaimana dengan kondisi buruh itu sendiri khususnya buruh perkebunan?. Terkait peringatan hari hak asasi manusia tahun 2018 ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memahami pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia dan masalah-masalah yang dihadapi oleh buruh perkebunan kelapa sawit," ujarnya, Jumat (7/12/2018).

Baca: Melemahnya Harga CPO Menurut Link-Ar Borneo Karena Overproduksi CPO

Menurutnya berdasarkan data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menyebutkan, pada tahun 2017 pendapatan devisa ekspor mencapai $ 21,25 miliar atau sekitar Rp 287 triliun, dengan produksi CPO 37,8 juta ton.

Sementara dari segi penyerapan tenaga kerja, terdapat sekitar 5,5 juta tenaga kerja dengan luas perkebunan 14,3 juta hektar.

"Dalam hal ini Kementerian Pertanian membagi buruh yang bekerja dalam sektor perkebunan kelapa sawit dalam tiga klasifikasi, yaitu: 1. Tenaga kerja petani sawit; 2. Karyawan; 3. Tenaga kerja kebun sawit. Dalam pembagian tersebut dari tahun 2000 terdapat 2 juta buruh meningkat menjadi 7,8 juta orang, terdapat penambahan 5,8 juta orang menjadi buruh," tuturnya.

Dengan semakin besar ekspansi Perusahan perkebunan sawit maka menurutnya akan semakin meningkatkan serapan tenaga kerja yang mayoritas berasal dari pedesaan.

Dimana dijelaskan olehnya Ekspansi perkebunan sawit memperoleh ijin konsesi dari pemerintah, di mana konsesi perkebunan berada di pedesaan dan wilayah masyarakat adat.

Baca: Melemahnya Harga CPO Menurut Link-Ar Borneo Karena Overproduksi CPO

"Dengan kondisi ini sehingga di pastikan masyarakat desa dan masyarakat adat menjadi buruh di perusahan perkebunan sawit," katanya

Pendapatan pengusaha dari produksi sawit dan turunannya sangat dinilainya sangat fantastik. Ia mencontohkan Empat di antaranya, seperti Wilmar, tahun 2009 memperoleh keuntungan Rp 220 triliun.

"Pada tahun 2018 periode 3 bulan pertama, Wilmar mencatat laba bersih US$ 361,6 juta, untuk laba inti tumbuh 40% atau US$ 312,6 juta ( di luar operasional inti). Kedua adalah GAR (Golden Agri Resources) pada kuartal ke 3 tahun 2018 mendapatkan keuntungan US$ 370 miliar,"

"Sementara ketiga adalah PT Indofood, pendapatannya naik menjadi Rp 12,14 triliun. Keempat, kenaikan pendapatan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSN) tahun 2017 mencapai Rp 5,16 trilun atau naik 33% dari tahun 2016. Kenaikan pendapatan ini tentunya melipatkan penimbunan akumulasi kapital dan barang pemilik perusahaan," ungkapnya.

Bahkan Keuntungan tersebut diakuinya bukan hanya dirasakan oleh 4 perusahaan namun juga perusahaan lainnya.

"Namun keuntngan itu berimbas juga ke perusahaan lain seperti Sumber Waras Group, PT Musim Mas Group, PT. Julung Group, PT Gunnas/Incasi Raya Group, dll," tuturnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved