Breaking News

Komisi VII DPR Berharap PT WHW Jadi Pusat Pengembangan Industri Berbasis Bauksit di Indonesia

Komisi VII menilai PT. WHW mampu mengelola dan memurnikan bijih bauksit menjadi alumina yang menghasilkan Smelter Grade Alumina kurang lebih 98,6 pers

Penulis: Nur Imam Satria | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Nur Imam Satria
Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI ke PT WHW AR di Ketapang, Kalimantan Barat, Senin (26/11/2018), 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Nur Imam Satria

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Komisi VII DPR RI berharap PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHWAR) dapat menjadi pusat pengembangan industri berbasis bauksit di Indonesia.

Komisi VII menilai PT. WHW mampu mengelola dan memurnikan bijih bauksit menjadi alumina yang menghasilkan Smelter Grade Alumina kurang lebih 98,6 persen dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun.

“Kami berharap PT WHW dapat menjadi pusat pengembangan industri berbasis bauksit di Indonesia,” ujar anggota Komisi VII DPR RI Katherine Anggela Oendoen saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI ke PT WHW AR di Ketapang, Kalimantan Barat, Senin (26/11/2018), seperti dikutip dalam website dpr.go.id.

Tujuan kunjungan anggota Komisi VII tersebut untuk mendapat gambaran secara utuh mengenai kegiatan hilirisasi mineral bauksit menjadi alumina dan ketaatan perusahaan dalam melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.

Baca: Ini Target Produksi Bauksit PT Antam Tbk UPBP Tayan di tahun 2018

Sehingga anggota Komisi VII dapat memperoleh informasi yang komprehensif terkait kegiatan hilirisasi mineral bauksit di Kalimantan Barat dan permasalahan yang dihadapi.

Menurut Katherine, adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba telah memberikan angin segar bagi pertumbuhan dan perkembangan industri pengelolaan dan pemurnian mineral di dalam negeri, salah satunya adalah PT WHW AR ini.

“Kami berharap kegiatan usaha pertambangan, termasuk kegiatan hilirisasinya yang ada di Ketapang dapat berjalan dengan baik,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Katherine juga menekankan mengenai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ia mengingatkan bahwa mineral dan batu bara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

Menurutnya, bauksit merupakan salah satu sumber daya alam tidak terbarukan (non-renewable) yang banyak terdapat di Kalbar.

Cadangan bauksit di Kalbar sejumlah 0,84 milyar ton dari total cadangan nasional 1,26 milyar ton atau 66,77 persen cadangan bauksit nasional ada di Kalbar, sedangkan sumber daya bauksit nasional sebanyak 3,61 milyar ton.

“Besarnya cadangan bauksit di Kalimantan Barat diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Ketapang ini,” kata Katherine.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman.

Ia berharap agar kegiatan usaha pertambangan termasuk kegiatan hilirisasinya yang ada di Ketapang, Kalbar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved