Kejar Target Capaian Imunisasi MR Sebesar 95 Persen, Diskes Kalbar Gandeng MUI
Sementara itu dari sisi agama, MUI menjelaskan Fatwa MUI tentang diperbolehkannya (mubah) vaksin MR karena unsur darurat.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar terus berupaya mengejar target capaian imunisasi Measles Rubella (MR) sebesar 95 persen.
Satu di antaranya melalui sinergitas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Barat untuk sosialisasikan Fatwa MUI Nomor : 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk dari SII (Serum Institute of India).
Hal ini guna menjawab kenyataan masih adanya keraguan masyarakat terhadap imunisasi MR. Pelibatan MUI dalam sosialisasi bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat dari sisi agama.
Baca: Atasi Keluhan Warganya, Ini Program Baru Gubernur Ridwan Kamil
“Cakupan sudah di atas 50 persen se-Kalbar. Kabupaten Melawi menjadi kabupaten tertinggi capaian target imunisasi MR. Kita masih punya waktu sampai akhir September. Kami menggandeng MUI Provinsi Kalbar dan jajarannya di 14 kabupaten/kota agar bisa sosialisasikan Fatwa MUI itu. Sehingga tidak ada keraguan masyarakat,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dr Andy Jap, Selasa (12/9/2018).
Ia optimis jika sinergitas sosialisasi dilakukan secara terpadu, maka capaian target 95 persen imunisasi MR bakal tercapai di Kalbar. Pihak Dinkes, kata dia, mensosialisasikan dari sisi kesehatan seperti manfaat imunisasi MR sekaligus bahaya jika seseorang tidak imunisasi MR.
Sementara itu dari sisi agama, MUI menjelaskan Fatwa MUI tentang diperbolehkannya (mubah) vaksin MR karena unsur darurat.
Baca: Vois Lion Sport Wakili Kalbar Pada Kejuaraan ITC Cup dan Wali Kota Cup Surabaya
“Kaitan halal atau haramnya sudah jelas sesuai Fatwa. Dibolehkan sementara waktu karena memang dalam kondisi terpaksa dan tidak ada pilihan vaksin lain. Ini agar masyarakat tidak maju-mundur (ragu_red) saat vaksin. Di sisi lain, tenaga kesehatan kami harus kerja ekstra mencapai target cakupan imunisasi. Ibaratnya kalau Agustus nganggur, September ini ya laju,” terangnya.
Ia menimpali sebelumnya pada 23 Agustus 2018 lalu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah lakukan pertemuan dengan MUI Pusat, MUI Provinsi se-Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pusat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat dan Dirut Biofarma sebagai produsen vaksin MR di Indonesia. Pertemuan guna sikapi polemik yang terjadi pada masyarakat terkait vaksin MR.
“Ibu Menkes yang memimpin langsung pertemuan. Saat itu, MUI berharap sejak proses awal sampai akhir pembuatan vaksin MR harus halal. Ke depan, MUI juga mendorong Kemenkes mengupayakan vaksin MR halal,” jelasnya.
Pihak Biofarma selaku produsen vaksin di Indonesia setuju bahwa ke depan akan dibuat vaksin yang sejak awal proses pembuatannya hingga jadi memenuhi kriteria halal. Namun, Biofarma mengakui untuk hasilkan vaksin ternyata butuh waktu sekitar 10-15 tahun.
“Jadi, tidak gampang seperti bikin roti. Di tingkat daerah, komitmen menyukseskan imunisasi MR melalui pelibatan MUI kabupaten/kota telah dilakukan melalui pertemuan pada Rabu (5/9/2018) lalu,” imbuhnya.
Kendati demikian, Dinkes tidak mau memaksa masyarakat khususnya umat muslim untuk imunisasi MR. Namun, dr Andy Jap mengingatkan bahwa imunisasi MR sangat penting untuk berikan perlindungan kepada anak cucu pada masa mendatang. Ketika anak-anak terlindungi, otomatis para ibu-ibu hamil juga ikut terlindungi. Pasalnya, ibu-ibu hamil menjadi kelompok sangat berisiko jika terinfeksi virus Rubella.
“Rubella berbahaya kalau menginfeksi ibu hamil, terutama di masa kehamilan trimester pertama. Bisa mengakibatkan kecacatan dan gangguan kesehatan lainnya ketika lahir. Sebenarnya, Rubella kalau kena anak-anak itu tidak apa-apa karena lebih ringan daripada campak. Untuk imunisasi MR, kita tidak imunisasi ke ibu hamil. Yang kami garap adalah anak-anak usia 9 bulan sampai 15 tahun. Itu agar nantinya tidak menginfeksi ibu hamil,” tegasnya.
Andy Jap juga menyampaikan alasan kenapa cakupan imunisasi MR harus mencapai target 95 persen. Menurut dia, jika capaian di bawah 95 persen maka manfaat vaksin MR hanya untuk individu-individu saja.
“Yang kita harapkan adalah perlindungan bukan hanya kepada individu, tapi seluruh masyarakat. Jika seandainya hanya 5 persen yang tidak imunisasi, maka mereka bisa dapat kekebalan terhadap virus MR dari 95 persen yang sudah imunisasi MR. Kalau cakupan imunisasi hanya 50-60 persen saja, itu tidak ada gunanya,” tukasnya.